Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi| Pipit Anak Merak

17 Desember 2016   23:40 Diperbarui: 18 April 2018   08:37 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah dari PeterDargatz and Kapa65, pixabay.com

Wajah langit menjingga oleh haru kelam
mentari akan segera tenggelam
laut tidak lagi membalas azura dengan nilam
langit tahu laut akan segera menghitam

Seperti langit, sedih mengabut di paras pipit
sebentar lagi ibu terbang ke ujung langit
baru pulang saat perak akan semburat di laut

Pipit tidak suka ibu terbang pergi
lebih tak suka lagi saat kembali
ibu beraroma buah terendam ragi
menjadi orang lain entah siapa
angin barat kecamuk di hatinya

Namun ketika langit lazuardi penuh
Pipit menjumpai ibu kembali utuh
matanya tatapan telaga teduh
jemarinya beludru menyentuh
dan bebijian yang Pipit butuh
berlimpah tumpah dari paruh

Ibu tak pernah ingin terbang
tetapi pada pipit ia berhutang
membawa makanan pulang

Di langit bahaya tak tertolak
Ibu sering pulang dengan bulu rontok
paruh berdarah mata bengkak

Pipit ingin membantu ibu kelak
agar Ibu berhenti menjadi merak
tak lagi terluka cumbu aneka gagak

***
Tilaria Padika
Timor, 16/12/2016

Baca KUMPULAN PUISI TILARIA PADIKA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun