Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Deal, Pak Anies, Gagasan Itu Penting!

10 Februari 2017   08:35 Diperbarui: 23 Juni 2020   14:02 3532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO

Malam tadi, KompasTV menayangkan dialog dengan Pak Anies Baswedan, bekas Menteri Pendidikan Kabinet Pak Jokowi yang kini mencalonkan diri jadi Gubernur DKI. Tadinya beta sonde sadar jika Pak Anies yang sedang diajak ngobrol hingga pernyataan itu menarik beta menoleh ke layar tv. “Gagasan itu penting. Apa guna ada debat jika gagasan tidak penting. Apa guna ada Kompas yang isinya adalah gagasan jika itu tidak penting. Gagasan itu penting, selanjutnya adalah kerja.” Ah, rupanya Pak Anies Baswedan.

Pernyataan selanjutnya, seperti “Saya tidak punya rupiah … kami janjikan yang realistis …” dan seterusnya sonde beta anggap menarik sebab sudah lumrah terucap politisi. Jadi beta berhenti menonton dan mulai menulis soal pentingnya gagasan ini. Mungkin saja Pak Anies sedang menyindir pasangan Pak Agus – Bu Sylvi yang kompak menyatakan gerilya ketemu masyarakat lebih penting ketimbang adu gagasan di dalam debat. Terserah. Itu urusan Pak Anies. Terlepas dari sindir-menyindir, bagi beta pernyataan soal pentingnya gagasan itu menarik untuk diulas.

Gagasan di dalam politik itu hakikatnya adalah pijakan sekaligus tujuan. Di dalam konteks ini, beta bicara gagasan sebagai kesatuan komplit dari cita-cita masa depan; pandangan atas problem yang eksis; cara meracik sumber daya agar lepas dari problem dan melaju menuju masa depan sebagaimana dicita-citakan.

Seseorang terjun ke dalam medan pertarungan politik bermula dari pandangannya tentang apa yang keliru, belum pas, yang salah urus dari kehidupan bersama. Ia bisa menilai begitu karena punya cita-cita, visi, impian, ideal-ideal sebagai jangkar. Ia meracik resep-resep, langkah-langkah, tips dan trik untuk menyiasati kekurangan-kekurangan, untuk mengolah beragam sumber daya agar ideal-idealnya mewujud.

Setelah gagasan solid dalam benak, barulah ia mencoba berkontestasi merebut kekuasaan, menjadi bagian dari pengambil kebijakan publik. Hanya dengan jalan itu, gagasan-gagasan di benak bisa diwujudkan di alam nyata, di dalam kehidupan bersama.

Seseorang yang ujuk-ujuk dipanggil pulang untuk dicalonkan jadi gubernur tanpa memiliki gagasan solid lazimnya jika berdebat akan tampak sekedar menghafal bisikan tim sukses dan contekan. Apa itu namanya, yang jadi pola pengajaran matematika model kuno itu lho, yang cepat-cepatan di depan kelas melafalkan “satu kali satu, satu, satu kali dua, dua….” Ah, mencongak. Ya, itu dia.

Jika terpilih, si kontestan mulai menjalankan kekuasaan pemerintahan, power exercise, memobilisasi sumber daya (dana, aparatur, hukum, dll) sesuai desain program-program tergagas.

Jadi, Pemilukada sebagai ajang kontestasi kekuasaan sejatinya adalah perlombaan gagasan, pertarungan ide-ide. Di dalam Pemilukada, para kontestan berjualan proposal politik kepada rakyat. Isinya ya itu tadi, pandangan atas problem publik, cita-cita, dan cara mewujudkannya.

Rakyat itu ibarat donor yang memeriksa kelayakan proposal projek sodoran para kontestan. Rakyat memeriksa apakah outcome yang hendak dicapai sesuai impian rakyat. Apakah pemetaan masalah sudah tepat sebagaimana keresahan rakyat. Apakah program-program yang ditawarkan logis dan feasible, sesuai sumber daya tersedia dan mampu menelurkan outputs yang dibutuhkan sebagai syarat pencapaian outcome. Apakah beneficiaries atau penerima manfaat yang menjadi target outreach menjangkau seluas-luasnya masyarakat atau cuma se-upil, segolongan terbatas kroni-kroni.

Setelah pemeriksaan proposal projek itu tuntas, barulah masuk ke bagian berikut yaitu menilai kredibilitas para kandidat. Apakah si A memiliki kapasitas menjalankan projek-projek yang ditawarkannya? Apakah ia akan setia dengan outcome, output, dan rangkaian aktivitas yang diusulkan atau ia akan lancung di tengah jalan? Apakah ia punya sejarah sukses di masa lampau untuk tanggungjawab sejenis? Atau sebaliknya portofolio karirnya bernoda dan dikuatirkan akan terulang?

Jadi sonde pas dan sonde adil jika belum apa-apa kita mengatakan, “Yeh, si Anu sudah terbukti, sementara si Ini dan si Ono baru sebatas janji.” Bukankah kontestasi reguler Pemilukada memang merupakan kesempatan bagi rakyat untuk menilai kembali, menetapkan target-target baru, milestones baru, langkah-langkah baru atau sekedar perbaikan cara-cara, dan siapa tahu memilih eksekutor baru?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun