Saya membaca artikel sebuah blog khusus ulasan handphone yang menceritakan ada 15 merek handphone yang memiliki pabrik di Indonesia. Sekitar 30% di antaranya merupakan merek dalam negeri, sementara sisanya yang merupakan merek impor dirakit di Indonesia dan memenuhi ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yaitu sebesar 30% komponen dalam negeri.[2]
Jadi bukan saja menjaga keberlangsungan pekerjaan buruh-buruh pabrik pembuatan dan pabrik perakinan handphone, belanja pemerintah juga menghidupkan industri backward linkage smartphone yang memproduksi 30% komponen handphone.
Sementara untuk subsidi biaya internet, saya setuju poin Pak Dasco, bahwa sebaiknya tidak dalam bentuan transfer dana melainkan pengembangan internet khusus pelajar dan ID gratis untuk mengakses aplikasi pembelajaran.
Lalu bagaimana dengan daerah-daerah pelosok yang tidak terjangkau internet?
Kita tahu masih banyak daerah di pedalaman yang tidak memiliki akses internet. Sangat baik jika pemerintah mempercepat perluasan infrastruktur telekomunikasi ke sana. Tetapi kita tahu hal ini tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.
Karena itu di kawasan pedesaan yang tidak terjangkau internet, Kementerian Pendidikan sebaiknya membolehkan pembelajaran tatap muka daring, terutama di desa-desa yang jumlah kasus Covid-19 cuma 2-3 kasus. Tentu saja penerapan protokol cegah penularan harus secara ketat.
Saya kira jika kegiatan belajar mengajar tatap muka daring dilakukan dalam koridor protokol Covid-19, risiko penularan virus corona kepada murid dan siswa di desa-desa terpencil tidak besar sebab mobilitas warga desa-desa terpencil umumnya terbatas.
Nah, sekarang bola ada di tangan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, Menteri Perindustrian, Menko Ekonomi, dan tentu saja Presiden Joko Widodo. Apakah usulan bernas Wakil Ketua DPR bisa direspon cepat atau butuh waktu 2-3 bulan lagi hanya untuk pikir-pikir?***
Baca juga: