Padahal 4 poin yang disampaikan KPK itu sudah masyarakat bicarakan jauh-jauh hari, sebelum transfer dana gelombang pertama.
Apakah KPK berpura-pura baru membuka mata? Atau KPK memang sudah jadi kura-kura?
Kura-kura maksudnya apakah KPK era baru --kepemimpinan baru dan pembatasan-pembatasan baru di masa UU KPK hasil revisi-- ini memang sudah selamban ini kerjanya?
Soal apa sebab menjad lamban, saya tidak tahu. Apakah karena para pimpinan KPK kini kurang kapasitas? Atau karena model kerja KPK dalam batasan UU hasil revisi membuat lembaga ini lebih lambat dalam berpikir dan bertindak?
Atau apakah mungkin sebabnya seperti prasangka dan kecemasan publik, yaitu relasi individu-individu KPK dengan kelompok-kelompok kepentingan?
Saya tidak akan menduga-duga. Yang jelas, jika soal ini ditanyakan kepada anak-anak STM, sangat mungkin mereka menjawab, "Kami bilang juga apa, Om. Makanya dulu kami ngotot tolak revisi UU KPK."
Seperti saya katakan di atas, poin-poin indikatif problem dalam penyelenggaraan Kartu Prakerja yang disampaikan KPK itu sudah dibicarakan masyarakat jauh-jauh hari. Saya menulis 6 artikel di Kompasiana selama April-Mei yang membahas kekurangan-kekurangan program ini di tataran praktik. Lihat misalnya artikel "Ketika Sri Mulyani Ngotot Kartu Prakerja Subsidi Startup Kursus Online".
Dalam artikel-artikel tersebut, saya memang tidak secara khusus dan tersurat menyoroti dugaan korupsi.
Ketika menulis artikel "Belva Mundur, Tidak Selesaikan Masalah Kartu Prakerja", saya tidak menyangka penetapan mitra pelaksana (platform digital) Kartu Prakerja tanpa melalui pelelangan.
Itu sebabnya saat itu saya bukan menulis soal problem korupsi melainkan aspek etik. Pelibatan perusahaan milik staf khusus presiden dalam pelelangan jasa kursus digital Kartu Prakerja tidak etis sebab membuka peluang kecurangan akibat konflik kepentingan.
"Ada pihak lain yang lebih salah dibandingkan Belva. Pihak ini adalah orang-orang yang mengurus proyek Kartu Prakerja. Seharusnya mereka sudah paham pakemnya, bahwa perusahaan-perusahaan  jasa kursus dan les digital yang punya relasi intim dengan---apalagi bagian dari---kekuasaan seharusnya tidak diundang untuk turut mengajukan penawaran."