Seorang teman kelas semasa sekolah mengirim pesan di whatsapp, "Bro, Gubernur Banten kaco itu. Kok cuma liburkan SMA? Yang paling butuh kan SD SMP. Tiru Anies donk."
Mungkin pagi tadi kawan ini masih setengah terjaga saat membaca artikel, "Corona, 61 Negara Liburkan Sekolah, Ini 9 Pemda Indonesia yang Sudah Putuskan."
Saya balas pesannya, "Baca yang benar. Makanya jangan kelewat multitasking, baca sambil nonton b0k3p sih."
Memang dalam artikel itu saya ceritakan bahwa Pemprov Banten meliburkan seluruh sekolah di satuan pendidikan SMA/SMK/SKh. Sementara di DKI, Gubernur Anies Baswedan meliburkan mulai dari PAUD hingga SMA dan sederajat.
Tetapi jika kawan tadi cermat membaca, dua kali saya jelaskan mengapa Pemprov Banten hanya meliburkan sekolah setingkat SMA dan mengapa pula sejumlah Pemkot hanya meliburkan PAUD, SD, dan SMP berserta sekolah-sekolah sederajatnya, plus pendidikan nonformal.
Saya sengaja dua kali memberi penjelasan tentang itu karena saya duga, seperti saya, banyak orang tidak begitu memahami seluk-beluk otorita di bidang pendidikan.
Saya sendiri sempat lama bertanya-tanya tentang perbedaan kebijakan antar pemerintah provinsi itu. Awalnya saya menduga wartawan yang tidak jeli mengutip surat edaran atau pernyataan pejabat di Banten. Saya sampai mengecek di 7 media lain.
Tetapi setelah 7 media memberitakan yang sama, dan setelah membaca keputusan sejumlah Pemkot, saya mulai curiga, jangan-jangan memang Pemprov cuma berwenang mengurus pendidikan setingkat SMA. Sementara jenjang di bawahnya berada di tangan Pemkot/Pemkab.
Maka pencarian saya berubah haluan ke soal pembagian otoritas tersebut.
Benarlah. Ternyata soal ini berlatar belakang pembagian kewenangan mengurusi sekolah sebagai amanat UU Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah.