Gubernur DKI Anies Baswedan katakan pengidap Corona virus menyebar di hampir seluruh kecamatan di DKI Jakarta. Karena 'hampir seluruh' biasa dipakai untuk ukuran di atas 50% dan di bawah 100%, maka kira-kira 30an kecamatan ada pengidap virus Corona. Namun menurut data yang beredar di media massa (1), hanya ada 19 kecamatan di Jakarta sebagai wilayah penyebaran virus Corona.
Di Tangerang, Gubernur Banten umumkan 2 warga terjangkit virus Corona. Di Solo, Jawa Tengah, pasien positif Covid-19 meninggal. Ia ditenggarai terjangkit saat hadiri seminar di Bogor. Di Bali, WNA pasien positif Coronavirus meninggal.
Waduh, Corona sudah menyeberang ke luar Jawa. Apa yang sebaiknya dilakukan Pemda (Pemprov, Pemkot/Pemkab) di pulau-pulau di luar Jawa untuk mencegah virus Corona masuk wilayahnya?
Lockdown diri sendiri? Seperti Yerusalem di Palestina dan Israel, seperti di Italia, Filipina, El Salvador, dan Korea Utara?
Lockdown kepala lu. Pale lu yang di-knock down. Bini gue masih di luar, Bambang! Anak tetangga-tetangga kita masih sekolah di Jawa. Banyak barang kebutuhan masih didatangkan dari luar. Bagaimana mau lockdown? Lockdown sampai kapan?
Terus apa yang seharusnya dilakukan Pemda? Apakah aksi sia-sia periksa penumpang pesawat dan kapal yang tiba pakai detektor suhu tubuh?
Aih, itu langkah bodoh. Sudah sejak awal jelas bahwa evolusi pada corona jenis baru membuatnya tidak menujukkan gejala-gejala infeksi awal.Â
Baca Juga: "Corona, 61 Negara Tutup Sementara Sekolah; Ini 9 Pemprov dan Pemkot/Pemkab Indonesia yang Sudah Liburkan Sekolah"
Itu berarti ada masa tertentu virus tersebut sudah masuk tubuh tetapi tidak berdampak pada kenaikan suhu tubuh dan lain-lain gejala yang muncul sebagai respon tubuh terhadap virus.
Lalu bagaimana?
Saran saya, di setiap bandara dan pelabuhan dilakukan pengambilan darah---atau ludah atau urine, atau apapun yang tepat dari setiap penumpang yang tiba agar bisa segera dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Sebelum hasil pemeriksaan lab keluar, mereka diminta mengkarantina diri sendiri dan membuat jurnal harian mencatat riwayat kontak, baik 1-2 pekan sebelum ketibaan, pun sejak ketibaan hingga hasil pemeriksaan laboratorium keluar.
Dengan bertindak antisipatif seperti ini, penangkalan penularan Corona bisa lebih efektif. Jikapun terjadi penularan, tracking lebih mudah dilakukan.
Jadi tidak perlu harus intelijen BIN -lagi pula ternyata kecolongan juga (baca: "Libatkan BIN, tetapi Pasien Corona Bisa Melarikan Diri")- cukup dengan form jurnal riwayat kontak dan pengambilan darah (atau apapun) di pintu masuk provinsi/kota/kabupaten, kita bisa mengimbangi kecepatan invasi Corona dan menyelamatkan daerah kita.
Nah, karena itu Pemda dan DPRD-nya sebaiknya segera menuntut pemerintah pusat untuk memperbanyak alat dan tenaga laboratorium pengecekan Coronavirus.Â
Gubernur, walikota, dan bupati-bupati segera membentuk satgas respon cepat untuk tracking dan pengawasan karantina mandiri pada suspect Corona.
Ini langkah antisipatif mendesak, bukan reaksi panik. Tanpa langkah tersebut, atau bersilat lidah dengan menyatakan sudah ada tim yang bergerak dalam senyap, rakyat justru jadi panik.
Kepanikan bisa dilawan dengan kepercayaan. Kepercayaan hanya bisa ada kalau rakyat melihat aksi nyata, yang tidak penuh lubang-lubang kecolongan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H