Almirah gadis penjual bunga. Sungguh tiada hari yang paling bisa membuatnya tersenyum lebar selain 14 Februari. Inilah saat ia bisa mengumpulkan uang bergepok-gepok, menyembul sesak berdesak-desak di kantong. Inilah saat ia tidak harus menepuk-nepuk kecekrekan di lampu merah, menyanyikan lagu Nia Daniati versi Ayu Tingting.
Hari ini para kekasih didatangi Cupit, peri cinta yang keluar dari ruang AC perusahan periklanan. Inilah hari Cupit menembaki para lelaki dengan AK-47, membuat mereka tidak banyak hitung saat mencabut isi dompet, membelikan 5-6 kuntum kembang untuk pujaan hati di sini dan di sana.
Almirah gadis penjual bunga, pemudi pekerja keras dan pandai baca peluang. Sungguh ia ideal yang dipidatokan pembesar negeri setiap tanggal 17, 18, 21, 26 di bulan apapun.
"Kerja keras dan kerja cerdas.
Kerja ... kerja ... kerja
keras ... keras ... keras
cerdas ... cerdas ... cerdas.
Sebab jika bukan rakyat yang bekerja keras dan cerdas, mau siapa lagi? Mosok pemerintah?
Jadi orang-orang muda bonus demografi itu yang pandai baca peluang. Yang lebih senang dikontrak per jam supaya bisa bekerja macam-macam selama 24 jam; yang bisa baca peluang yang banyak betebaran, bahwa apapun bisa menghasilkan uang, yang penting mau berharap. Tentu berharap, berharap kelak akan sejahtera. Jangan lelah berharap."
Muah muah Almirah gadis penjual bunga. Aih aih Almirah gadis penyanyi pagi hari di lampu merah. Manis senyum ia lemparkan, kepada orang muda dan om-om, siapapun yang punya gelagat dan punya tampang mencabut dompet, membelikan bunga untuk kekasih hati, kekasih yang di rumah, di rumah tetangga, di kantor, di kantor seberang jalan, di perempatan lampu merah, di lobi hotel-hotel.
Aih aih menari hati Almirah gadis penjual bunga. Riang ria langkah kakinya, berlari-lari kecil menuju pulang. Lihat lincah lentik jemarinya, menghitung lembar-lembar cetakan buruh peruri dan keping-keping gemerincing, menjebloskan mereka ke dalam celengan babi.
Muah muah Almirah gadis penjual bunga. Berbinar-binar indah matanya menatap deretan celengan babi di atas almari, yang sudah penuh, dan sudah setengah, dan yang baru akan diisi Februari tahun depan.
Euuhhh meredup syahdu bola mata indah Almirah, saat pindah tatap ke atas meja rias, tempat foto Mad Fatah, lelaki pujaan hati berdiri berkecak pinggang dalam pigura kayu bercat perak.
Foto itu Almirah ambil diam-diam dari album angkatan menjelang pengumuman lulus 7 tahun lalu. Mad Fatah gagah dalam balutan kemeja putih polos dan celana pendek biru.