Pak Amien Rais tepat menyarankan pemerintahan Jokowi meniru Evo Morales. Pak Joko Widodo juga sudah tepat pernah memikirkan jalan itu (dalam format renegosiasi yang lebih lunak dan pengambilalihan sumur migas lepas kontrak oleh Pertamina). Pak Jokowi menjanjikan itu dalam dokumen visi-misi-programnya ketika kampanye Pilpres 2014 dahulu.
Hanya saja pemerintah memang perlu menjelaskan secara terbuka mengapa langkah-langkah nasionalisasi dilakukan dengan begitu gradiualis dan lambat (jika masih beranggapan pemerintah mau dan sedang berupaya melakukan ini). Mengapa butuh sekian tahun lamanya untuk sekedar menuntut Freeport melakukan divestasi. Perlu juga dijelaskan mengapa renegosiasi penguasaan hulu migas agar Pertamina mengelola lebih banyak blok migas seperti tanpa kemajuan.
Rakyat butuh penjelasan yang detil dan jujur, bukan sekedar pernyataan geram para pendekar juru bicara istana dalam menangkis kritik dan terkesan serba pokoknya nasionalisasi itu susah. Rakyat butuh jawaban yang melampaui logika a la Reinald Khasali yang  menghubung-hubungkan dengan risko pengusiran pelajar Indonesia di luar  negeri segala. (detik.com, 27/07/2018). Rakyat butuh perdebatan yang  jujur dan tidak dangkal!
Rakyat perlu tahu, susahnya di mana?
Apakah karena keterbatasan teknologi dan kapital perusahaan-perusahaan nasional untuk mengelolanya pasca-nasionalisasi atau karena sebagian operator negara (pejabat) adalah juga pedagang rente yang mengambil untung untuk dirinya sendiri dari berbagi kontrak di hulu industri ekstraktif Indonesia?
Atau apakah benar dugaan bahwa di balik pemerintahan resmi yang rakyat pilih dan kerab muncul di layar tv, sebenarnya beroperasi deep state atau shadow government  yang mengatur segalanya dan kekuasaannya melampaui pemilu demi pemilu, pemerintahan demi pemerintahan?
Rakyat juga perlu tahu, apa langkah-langkah untuk mengakhiri kesusahan itu? Apakah sudah dipikirkan pencadangan dana migas untuk studi dan eksplorasi blok migas baru, atau mungkin untuk modali Pertamina agar memiliki teknologi pengeboran lepas pantai yang unggul?
Tetapi terlepas dari kebenaran saran dan kritik soal nasionalisasi ini, ada 3 hal yang dilupakan Amien Rais dari pengalaman Amerika Latin, terutama Evo Morales.
Pertama, Amien Rais lupa, keberanian Evo Morales terletak pada filsafat ekonomi-politik yang dipelajarinya: Marxisme.
Tanpa menjadi seorang Marxist, Evo Morales tidak akan bisa berpikir (apalagi berani) mengambil jalan sosialisme, menegakkan kemandirian ekonomi dan kedaulatan politik Bolivia melalui nasionalisasi industri strategis.
Dalam banyak kesempatan, Amien Rais adalah elit politik yang mengeksploitasi isu kebangkitan komunisme, membuat orang-orang ketakutan mempelajari  Marxisme.