Sebentar lagi harga minyak dunia akan tembus 100 dollar AS per barel atau lebih dari Rp 1,3 juta. Penyebabnya adalah Donald Trump, Presiden Amerika Serikat. Demikian yang dikatakan Gubernur OPEC Iran Hossein Kazempour Ardebili (Reuters.com, 06/07/20118).
Sudah saya bahas dalam artikel "Terkait Kebijakannya Soal Iran, Amerika Serikat Kian Terkucil", sebelumnya Donald Trump menyatakan Amerika Serikat menarik diri dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) atau perjanjian nuklir Iran yang ditandatangani 14 Juli 2015 di Vienna oleh Iran, 5 negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB, dan Jerman.
Tidak berhenti di situ, Donald Trump menyerukan kepada negara-negara di dunia untuk memberi sanksi ekonomi kepada Iran dengan menghentikan pembelian minyak dari negara penghasil minyak terbesar kedua di antara negara-negara anggota organisasi penghasil minyak dunia, OPEC.
Sanksi penghentian pembelian minyak Iran oleh Amerika Serikat sendiri baru akan berlaku per 4 November nanti namun gejolak peningkatan harga minyak dunia telah mulai terasa. Salah satu penyebabnya adalah kepanikan dunia karena Donald Trump terus saja berceloteh tentang ini di Twitter.
Amerika Serikat juga mengancam akan memberikan sanksi kepada perusahaan-perusahan negara lain, terutama dari Eropa, yang masih berdagang dengan Iran.
Saat ini hanya Arab Saudi dan Israel, sekutu Amerika Serikat yang mendukung kebijakan Donald Trump. Banyak negara di dunia, termasuk negara-negara sekutu Amerika Serikat di Eropa menolak mengikuti kebijakan itu.
Simak pembahasannya dalam youtube berikut
Rakyat dan Pemerintah Indonesia patut mencemaskan gejolak harga minyak dunia oleh ulah Donald Trump ini. Dengan tingkat konsumsi BBM Indonesia yang terus meningkat dan sebaliknya produksi dalam negeri yang kian rendah, kenaikkan harga minyak dunia akan menekan nilai rupiah.
Tingginya harga BBM akan dijadikan amunisi politik oleh kubu oposisi demi kemenangan mereka dalam Pemilu dan Pilpres 2019 nanti. Jika ingin menekan harga jual agar tidak membebani rakyat, Pertamina yang justru akan merugi sebab harus menanggung selisih harga. Atau APBN yang akan terbebani jika selisih harga itu ditanggung pemerintah.
Apakah pemerintahan Joko Widodo sudah punya rencana mengantisipasi gejolak harga minyak dunia yang akan segera tiba?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!