Ayah saya tampak lebih muda, sehat dan berseri-seri wajahnya setelah memutuskan pensiun dini 10 tahun lebih awal dari jabatannya sebagai pudir II sebuah sekolah tinggi. Selama beberapa tahun ia lantas menjalani hidup sebagai petani. Saya tertarik mengikuti jejaknya, juga menjadi petani.
Rasanya memang bahagia. Melihat apa yang kita tanam itu tumbuh, membesar, berbunga, dan menghasilkan buah itu adalah hiburan tersendiri. Memang ketika hasil panen dihargai rendah oleh pembeli, sedih rasanya. Hama yang menyerang juga sering bikin jengkel (Baca suka-dukanya di sini). Tetapi di luar itu adalah kebahagiaan semata.
Saya tidak pernah bisa menjelaskan, mengapa setelah seharian mencangkul, membolak-balik tanah, ada buncah bahagia di dalam dada, mengalahkan lelah yang memeluk erat otot tubuh.
"Pokoknya bahagia saja. Kaucoba saja sendiri. Dirimu akan merasakan yang sama. Cobalah!" Kira-kira begitulah jawaban saya jika didesak harus menjelaskan mengapa.
Semalam tadi (Senin, 12/03 maksudnya), istri saya yang tinggal jauh di Wellington, mengirimkan tautan sebuah artikel. Judulnya "Antidepressant Microbes In Soil: How Dirt Makes You Happy." Perlahan rahasia itu terkuak.
Menurut penulisnya, Bonnie L. Grant, seorang agrikulturis bersertifikasi, faktor kunci di balik kebahagiaan itu adalah kandungan Mycobacterium vaccaedi dalam tanah. Bakteri ini menghasilkan zat yang memberikan efek seperti obat Prozac pada neuron.
Sudah jadi SOP saya untuk memastikan suatu informasi valid dari minimal 3 sumber terpercaya. Demikianlah saya mulai mencari dan mempelajari soal Mycobacterium vaccae ini.
Rupanya ini bukan hal baru. Reporter lingkungan hidup, Zoe Schlanger menulis di situs berita Quartz (situs berita kredibel yang didirikan para veteral jurnalis berkualitas dan memiliki reporter di 115 negara) sejarah pengujian klinis dan nonklinis bateri M. vaccea ini.
Pada 2004, Mary O'Brien, onkologis di Royal Marsden Hospital di London, menerbitkan makalah yang mengulas percobaannya menyuntikan Mycobacterium vaccae kepada pasien kanker paru-paru. Ia berharap bakteri itu dapat membantu tubuh melawan kanker paru-paru. Hasilnya tidak. Â Tetapi O'Brien menemukan dampak lain yaitu pasiennya lebih bahagia, menunjukkan lebih banyak vitalitas, dan memiliki fungsi kognitif yang lebih baik.
Pada 2007, Christopher Lowry, neuroscientis di Universitas Bristol, menerbitkan hasil risetnya di Jurnal Neuroscience. Suntikan M.vacaae kepada tikus memberikan efek antidepresan yang signifikan. M. vaccae mengaktifkan neuron otak tikus yang bertanggung jawab untuk memproduksi serotonin.
Serotonin adalah neurotransmitter (senyawa organik pembawa sinyal di antara neuron) monoamino yang disintesiskan pada sel-sel saraf serotonergis dalam sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang) dan sel-sel enterokromafin dalam saluran pencernaan.