Ridesharing menawarkan insentif bagi individu pemilik kendaraan dan para penumpangnya. Pemilik kendaraan mendapatkan tambahan penghasilan, sementara penumpang memperoleh layanan ekslusif transportasi berbiaya murah.Â
Katakanlah Anda memiliki mobil empat tempat duduk dan setiap hari kerja pulang-pergi kantor sejarak Bandara Soeta-Tebet. Jika Anda ikut ridesharing dan memuat tiga penumpang yang berbagi tarif, sehari Anda mendapatkan Rp 150.000 jika berbasis hitungan tarif rata-rata taxi (Rp 100.000) sekali jalan. Anda tidak dibebani kerja tambahan sebab yang Anda lakukan adalah hal rutin: menyetir pergi dan pulang kantor. Anda mendapat penghasilan dari bersedia berbagi tempat duduk nganggur di dalam mobil Anda.Â
Penumpang juga diuntungkan sebab tarif taxi normal Rp 100.000 ini dapat dibagi rata di antara penumpang sehingga per orang cukup merogoh Rp 50.000 per hari dari kantongnya (tidak termasuk pemilik mobil) untuk perjalanan pulang-pergi.
Para penumpang tidak perlu membeli mobil sendiri yang mungkin butuh biaya Rp 300an juta. Dengan mendaftar sebagai penumpang ridesharing, uang Rp 300 juta bisa dipakai untuk pulang-pergi kantor dengan nyaman selama 25 tahun! Jauh di atas usia kendaraan dan tidak repot sering ke bengkel, capek nyetir, atau bolak-balik kantor Samsat.Â
Ridesharing ini boleh dipandang sebagai penerapan prinsip solidaritas sosialisme yang sekaligus juga prinsip anti free-rider a la kapitalisme. Pemilik kendaraan bersedia berbagi pemanfaatan asetnya tetapi tiap-tiap penerima manfaat langsung (penumpang) turut menanggung biaya.
Meningkatkan ketersediaan tanpa menambah penyediaan.
Ridesharing menampah supply sarana transportasi tanpa harus menambah armada transportasi umum dan panjang jalan raya. Setiap 1.000 pemilik mobil pribadi yang bersedia berbagi ruang di dalam mobilnya sama dengan penambahan kapasitas penawaran kurang lebih --hitungan kasarnya-- 3.000 orang. Yang lebih hebat lagi, wilayah-wilayah pinggiran yang tidak dilayani trayek angkutan umum dapat dilayani dengan skema ini.
Eksternalitas positif
Orang-orang yang sebelumnya ingin membeli kendaraan karena merasa tidak terlayani kebutuhannya akan transportasi publik yang nyaman akan membatalkan niatnya membeli kendaraan sendiri. Penelitian The Boston Consulting Group (BCG) menemukan bahwa 79% responden di Jakarta dan 83% di Surabaya berencana membeli mobil dalam 5 tahun ke depan. Tetapi jika ridesharing dapat menyediakan layanan transportasi yang mereka butuhkan, maka 85% di Jakarta dan 87% di Surabaya dari responden yang berencana membeli mobil itu bersedia membatalkan rencananya. Â Dengan diterapkannya risesharing, diproyeksikan jumlah kendaraan bermotor yang berkurang di Jakarta mencapai 2,5 juta unit. [2]
Penurunan jumlah pembelian kendaraan baru, bahkan penjualan kendaraan lama ke kota lain akan membuat jalan raya ibu kota dapat bernapas lebih lega. Tidak perlu pelebaran jalan atau pembukaan jalan baru sehingga bisa lebih banyak ruang publik untuk kebutuhan lain. BCG mengestimasi sekitar 10.647 ha atau setara 6x luas Bandara Soeta dapat diselamatkan dan digunakan untuk beragam fasilitas publik non jalan raya.