Juragan Bendo tampak berseri-seri di pelaminan. Ia yakin, para tamu undangan mengutuki diri sendiri sebab tidak punya nyali untuk menjadi sebahagia dirinya. "Kebahagiaan itu sama saja dengan kekayaan dan kemerdekaan. Ia bukan cuma-cuma turun dari lagit. Bukan given. Kebahagiaan, seperti halnya kemakmuran dan kemerdekaan, harus diperjuangkan. Perjuangan tentu saja butuh keberanian." Demikian pandangan Juragan Bendo.
Itu sebabnya Juragan Bendo merasa layak merayakan keberanian dan keberhasilan perjuangannya secara besar-besaran. Pesta digelar tiga hari tiga malam. Ribuan orang diundang, para seniman dan pembicara didatangkan dari kota-kota, bahkan dari seberang pulau. Penyanyi, penari, pemain biola, pemetik sasando, penabuh gamelan, standing comedian, badut, politisi, pemuka agama, penyair, hingga kelompok teater, semuanya didatangkan dan dibayar mahal untuk mempertunjukkan aksi terbaiknya.
"Undangan terbuka, Pernikahan Juragan Bendo dengan Anisah, Istri Ketiga yang berusia 16 tahun," demikian bunyi poster undangan yang ditempelkan pada tiang listrik dan pepohonan kelapa di koridor-koridor dan perempatan-perempatan ramai di kota kecamatan.
"Ini lebih dari sekedar pesta pernikahan. Ini perayaan keberanianku, satu-satunya lelaki jantan di seantero kecamatan ini. Kejantanan adalah keberanian bersikap, meski dikritik, walau dicemo'oh. Hanya sisa diriku di kecamatan ini yang secara terang-terangan berani bertanggungjawab atas pendirianku, bahwa memiliki banyak istri itu bukan aib, tetapi kebanggaan." Demikian pidato pembelaan diri Juragan Bendo pada perjamuan makan terbatas bersama kerabat dekat, semalam sebelum resmi mengawini Anisah di depan penghulu.
"Kalian tahu saudara-saudara, keluarga, family kata orang-orang Londo, aslinya berarti harta benda dan pelayan-pelayan dan keseluruhan kekayaan lelaki di rumahnya. Maka istri, saudara-saudara, adalah property lelaki, harta kekayaan lelaki, seperti halnya kebun, pohon kelapa, sapu dan kemoceng, sapi dan kambing, sofa, tivi, dan kulkas." Tuan Bendo berfilsafat.
"Karena itu saudara-saudara, hendak berapa pun aku beristri, selama bisa kubuat kenyang perutnya, selama terpenuhi segala dahaganya, tiada satu orang di antara kalian yang bisa menghalanginya." Tetamu perempuan cemberut dan mendelik pada para suami yang manggut-manggut.
"Aku perlu berterima kasih kepada kedua istriku yang paham benar akan posisi dan derajat mereka. Mereka paham, selama rumput bagi sepuluh sapi di kandang tidak berkurang, aku boleh-boleh saja membeli lagi sepuluh ekor sapi baru. Karena itu, sebelum kulanjutkan wejangan kepada yang muda, dan pencerahan kepada bapak-ibu seusia, mari, kita toast. Angkat gelas kalian! Bersama-sama kita doakan panjang umur untuk istri pertama dan keduaku."
Orang-orang berdiri, mengangkat gelas lalu bersama-sama mengucapkan, "Panjang umur Nyonya Lasti dan Nyonya Minah."
Lasti dan Minah mengangguk dan melempar senyum terbaik.
"Baiklah, silahkan duduk lagi para kerabat tercinta. Nah, kini giliran kalian muda-mudi. Dengarlah. Hentikan omong kosong masa pacaran kalian. Pacaran  membuat rusak otak kalian karena seolah-olah setara saja pemilik dan sapinya dan kambing-kambingnya. Kalian para pemuda, jika kalian sudah merasa syahwat kawin memuncak, datangi saja orang tua gadis idaman itu dan melamarlah. Tidak perlu harus berkenalan dulu, tidak perlu penjajakan, lupakan omong kosong tentang cinta masa pacaran.