Secerdas apapun anda, setinggi apapun pendidikan anda, ketika suatu hari salah seorang teman lama anda tiba-tiba berkata kepada anda: "aku hanya mau bilang kalau aku sebenarnya gay dan 2 tahun terakhir aku positif HIV", semua orang, saya jamin akan melewati apa yang saya alami.
Tiga puluh menit pertama biasanya anda, seperti juga saya waktu itu, akan diam saja terpaku, mencoba mendengarkan penjelasannya dan berpura-pura untuk tidak tampak terlalu terkejut, mungkin agak menyeringai sedikit, sambil mengingat-ngingat artikel terakhir yang anda pernah baca mengenai bagaimana cara penularan orang dengan HIV itu. Lalu, seperti saya, dalam sekejap anda juga pasti akan menjadi sangat kerdil dan bodoh karena anda akan mencoba membongkar memori anda dengan pertanyaan apakah anda pernah bersentuhan dengannya dalam keadaan berkeringat ketika mengikuti 10-K Run for Cancer tahun lalu atau apakah anda sharing makan atau minum ketika hangout bersama ia dan teman-teman anda selama dua tahun belakangan? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul karena anda tidak memiliki pengetahuan cukup mengenai bagaimana modus penularan HIV/AIDS itu pada manusia. Lalu dalam hitungan menit anda akan mulai sedikit panik dan mengingat-ingat apakah HIV dapat menular lewat sentuhan keringat. Di fase berikutnya anda mulai menyesal karena tidak terlalu banyak membaca literature mengenai HIV/AIDS sehingga tidak dapat dengan cerdas menanggapi keadaan teman tersebut. Lalu seribu pertanyaan lain muncul dalam benak anda: "Mengapa anda sampai tidak tahu?" ; "mengapa anda merasa kecolongan?" ; "Mengapa anda bahkan tidak menyadari bahwa dia, teman yang anda kenal demikian lama itu adalah gay?" ; "apa kata dunia jika mengetahui orang yang dekat dengan anda ternyata gay bahkan HIV positif?" Dan seribu "mengapa" yang lain.
Saya sering menyebut diri saya sebagai global citizen, warga negara global, artinya saya merasa memiliki wawasan cukup baik, berpaham pluralis dan menolak diskriminasi terhadap perbedaan apapun. Namun test yang sesungguhnya terjadi adalah ketika teman yang saya ceritakan di atas tiba-tiba mengaku bahwa ia adalah seorang gay dan selama dua tahun terakhir ia menyembunyikan suatu fakta penting dari saya bahwa dia adalah orang dengan HIV. Saya termasuk orang yang percaya bahwa menjadi gay adalah sebuah "lifestyle choice", pilihan gaya hidup, dan sebagian diri saya yang kolot ini ternyata menolak gaya hidup tertentu yang dipilih seseorang yang berujung sebagai penyebab hancurnya dirinya sendiri. Tetapi saya juga orang yang menghargai hak asasi manusia, sehingga sebenarnya adalah tidak beralasan bagi saya untuk menghukum teman saya itu.
Hampir enam bulan sejak pertemuan terakhir itu saya tidak mau menemui teman itu dan enggan hangout, "ngopi" atau ngobrol ngalor ngidul seperti yang biasa kami lakukan, sampai akhirnya saya memutuskan untuk menemuinya lagi. Tiga tahun setelah saya menerima pengakuan jujur itu, Emir, teman saya itu, akhirnya meninggal dunia di salah satu Rumah Sakit di Singapore. Saya sempat menengoknya dua kali. Masih clear dalam ingatan saya, tubuh kurus yang mungkin tidak lebih dari 34 Kg dengan luka-luka yang tidak dapat sembuh disana sini, sebagai akibat dari hilangnya sistem kekebalan tubuhnya. Keluarganya berpesan dengan suara memohon agar saya tidak memberitahukan siapapun mengenai penyakitnya. Pada abad dimana informasi begitu mudah diakses seperti sekarang ini, ternyata keluarga penderita HIV/AIDS masih berpikir bahwa masyarakat akan tetap menganggap bahwa orang dengan HIV/AIDS sama seperti orang kusta pada jaman Firaun.
Bagaimanakah sebaiknya sikap kita ketika mendengar sahabat, murid, tetangga atau keluarga kita mengidap HIV/AIDS?
Riset sedalam-dalamnya adalah pilihan yang paling tepat. Semakin anda tahu banyak mengenai HIV/AIDS semakin anda ingin lebih tahu lagi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan virus yang mematikan itu. Semakin anda tahu banyak semakin anda ingin berbagi pengetahuan anda itu kepada orang disekitar anda dan semakin juga anda akan mampu berbicara dengan terbuka mengenai hal-hal yang sering dianggap tabu itu dalam kaitannya dengan HIV/AIDS. Diskusi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan anal sex misalnya, pernahkah terpikirkan untuk anda mendiskusikan topik ini dengan anak-anak, saudara, teman anda? Baik dari sudut ilmiah maupun rohaniah? Pasti anda merasa tabu bahkan jika hanya memikirkannya.
Informasi mengenai HIV/AIDS harusnya menjadi tanggung jawab kita bersama, seluruh komponen masyarakat. Pemerintah atau lembaga-lembaga swasta selayaknya memikirkan bagaimana melibatkan masyarakat luas dalam memberikan informasi mengenai HIV/AIDS sehingga "alarm" dan "awarness" mengenai topik ini meluas. Sejatinya, masyarakat itu sendiri dapat menjadi "agent of information" mengenai HIV/AIDS bagi khalayak luas, minimum bagi orang di sekitar mereka. Kaum muda tidak dapat dipungkiri lagi adalah kelompok yang paling rentan dalam keberlangsungan mata rantai penularan HIV/AIDS dalam masyarakat kita. Sudah harus dimulai bagaimana agar dosen di perguruan tinggi atau guru-guru SMA, sebagai pihak yang paling banyak berhubungan dengan kaum muda, mendapatkan penyuluhan pengetahuan dasar mengenai HIV/AIDS, sehingga didepan kelas pun seorang guru atau dosen berani membicarakan atau mendiskusikan hal-hal paling mendasar mengenai HIV/AIDS seperti misalnya:
"Guys, Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan sexual tanpa pelindung antar individu yang salah satunya sudah terkena HIV. Ingat, HIV bukan hanya terjadi pada kaum gay, namun dapat terkena pada siapapun!"
"Saudara-saudara, Virus HIV ditularkan melalui kontak seksual termasuk seks oral, vagina dan anus yang tidak aman dan melalui transfusi darah yang sudah terkontaminasi HIV, jadi jangan melakukan sex bebas, jangan "jajan" di sembarang tempat, jangan berhubungan sex jika kau tidak tahu resikonya, tapi jika kau sudah aktif secara seksual, jangan lupa pakai kondom.
"Anak-anak, modus penularan HIV yang termasuk tinggi adalah melalui jarum suntik atau suntikan dengan HIV terinfeksi individu, jadi selalu perhatikan jarum suntik yang dipakai kepada kalian ketika berobat ke Rumah Sakit atau ke Dokter!"
"Anak-anak, Infeksi HIV tidak menyebar oleh kontak biasa, nyamuk, menyentuh atau memeluk!"