Umumnya orang Indonesia paling alergi jika ditanyakan mengenai ambisi mereka. Ketika saya memberikan kuliah umum Strategic Management di Kelas S2 sebuah Universitas beberapa waktu yang lalu, saya bertanya kepada 2 orang mahasiswa yang juga Entrepreneur UKM, apa ambisi mereka atas perusahaan yang mereka miliki dalam 5 tahun mendatang. “Boro-boro ambisi, bu, bayar karyawan saja masih berdarah-darah”, jawab salah seorang diantaranya sambil tertawa-tawa, menghindari keseriusan dalam menjawab pertanyaaan saya. Yang kedua malah hanya menyeringai, lelet berpikir.
Delapan dari sepuluh kandidat Manager yang pernah saya interview dalam proses rekrutmen selalu gelagapan jika saya tanyakan apa ambisi pribadi mereka dalam 5 tahun mendatang. Apalagi jika bahasa Inggris mereka amburadul, lebih double lah enggak mudengnya akan makna kata “ambisi” yang berasal dari bahasa Inggris “ambition” itu. Biasanya mereka akan menjawab sambil cengengesan: “Saya tidak punya ambisi yang muluk-muluk, jadi go with the flow saja”. Rasanya kepingin saya jewer kupingnya. Terasa sekali resistensi atas pertanyaan itu. Jika si kandidat kelihatan cerdas dan asertif, saya dengan suka rela akan menerangkan makna kata “ambisi” dan mengkuliahinya sedikit dengan encouragement bahwa setiap orang apalagi seorang manager profesional harus punya komponen ambisi dalam benak mereka. Kalau kandidat yang saya interview kelihatannya klemar-klemer, biasanya langsung saya eliminir saja dari list interview saya. Klemar-klemer dan tidak punya ambisi adalah sebuah kombinasi yang teramat buruk bagi seorang manager profesional. Seorang manager yang hebat harus selalu memiliki ambisi-ambisi untuk mencapai target yang ditetapkan atasannya.
Kata “ambisi” telanjur berkonotasi negatif atau lebih sering dipakai untuk menggambarkan situasi yang negatif dan sarkastik sebagi pengejaran atas kemahsyuran, kekuasaan serta pencapaian tertentu. Entah “keliru Budaya” atau “keliru Bahasa” kahini namanya? Keliru Budaya disini saya artikan sebagai terkukungnya kita dalam budaya “being humble” yang sempit,yang lebih dekat pada faham “kacungisme”; artinya menjadi asertif atau mengungkapkan ambisi-ambisi pribadi secara terbuka adalah hal yang tabu dan "tidak timur”. Keliru Bahasa saya artikan sebagai ke-salah-kaprah-an dalam menggunakan atau mengartikan sebuah makna kata yang nota bene berasal dari bahasa asing.
Jadi, bolehkah dikatakan si Ahmad yang Office Boy itu berambisi menjadi supervisor OB, yang artinya bercita-cita mencapai “level of fame and power” sebagai Supervisor OB bahkan mungkin Manager House Keeping sebuah Hotel berbintang 5? Bolehkah saya berambisi menurunkan berat badan saya 10 kg dalam 6 bulan ke depan? Burukkah jika saya berambisi ntuk memperbaiki departemen yang saya pimpin?
Anehnya, orang Indonesia senang sekali dengan kata “Obsesi”. Sesekali coba anda lihat di TV khususnya infotainment. Media infotainment yang sering memulai keliru budaya dan bahasa, dengan ringan bertanya pada seorang artis muda berusia 16 tahun: “Obsesi apa yang ingin anda capai dalam 5 tahun ke depan?”. Si Artis pasti akan dengan lancar menjawab pertanyaan itu, “Saya kepingin umroh, kepingin kawin muda, kepingin main layar lebar” dsb. Orang Indonesia lebih nyaman dengan kata obsesi dari pada ambisi.
Let’s just open The Webster’s Dictionary! Kita buka saja kamus bahasa Inggris!
Definisi “ambition” atau "ambisi' menurut Webster:
- A goal or objective that somebody is trying to achieve (Arah atau tujuan tertentu yang seseorang sedang coba capai)
- A desire for success: a strong feeling of wanting to be successful in life and achieve great thing (Keinginan yang kuat untuk memperoleh kesuksesan dalam hidup dan mencapai hal-hal besar atau baik yang diinginkan)
- Desire for exertion or activity; energy: (Keinginan yang kuat untuk melakukan aktivitas tertentu, semisal: Ambisi untuk diet, mendaki Himalaya, atau kembali kuliah)
- An eager or strong desire to achieve something, such as fame or power.(Keinginan atau hasrat yang kuat untuk mencapai tingkat kemahsyuran dan kekuasaan tertentu)
Definisi “obsession” atau "obsesi" menurut Webster;
- Compulsive preoccupation with a fixed idea or an unwanted feeling or emotion, often accompanied by symptoms of anxiety. (Penguasaan pikiran yang didorong oleh perasaan dan emosi yang memaksa atas ide/keinginan tertentu yang sering kali disertai dengan tanda-tanda kecemasan)
- A compulsive, often unreasonable idea or emotion.(Hasrat /keinginan/ dorongan yang memaksa, kerap kali dengan keinginan atau emosi yang tidak beralasan)
- An unwelcome, uncontrollable, and persistent idea, thought, image, or emotion that a person cannot help thinking even though it creates significant distress or anxiety. (Keinginan/ide/pikiran/bayangan/emosi yang tidak terkendali, sering datang dengan tidak dikehendaki atau mendesak masuk dalam pikiran seseorang yang mengakibatkan rasa tertekan dan cemas)
So, jika keinginan-keinginan anda masih berupa ide-ide yang mengawang-awang di kepala, masih keluar dalam bentuk “saya kepingin ini”, “saya kepingin anu”, itu berarti anda baru berada pada tahap memiliki impian
Jika impian-impian itu sudah masuk dalam usaha untuk mewujudkannya secara real, jika anda melakukan perencanaan yang terstruktur atas impian-impian itu dan sedang berjalan memfokuskan energi dan pikiran anda untuk mencapainya, berarti anda sudah berada di tahap memiliki ambisi
Jika keinginan-keinginan atau impian-impian anda itu sudah sangat mendominasi pikiran anda, sudah membuat tingkat emosional anda meluap-luap, sudah menguasai pikiran anda tanpa terkendalikan sampai anda kadang gugup memikirkannya, bahkan kadang dengan pengejaran membabi buta, berarti anda sudah terobsesi dengan keinginan-keinginan atau impian-impian itu. Disitu anda sudah berada di tahap memiliki obsesi.
Jadi, semua berawal dari impian. Jangan pernah takut dengan kata "ambisi", jangan pernah ragu menyusun dan mengungkapkan ambisi anda, dan sebaiknya berhati-hati menggunakan kata “obsesi”. Salah-salah anda malah sedang memperlihatkan sisi gelap psikopat anda!
“Intelligence without ambition is a bird without wings.”― Salvador Dalí
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H