Mohon tunggu...
tika habeahan
tika habeahan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Be do the best
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

MENJADI BERKAT BAGI SESAMA

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Cerita Ini Telah Berakhir

17 Agustus 2023   07:44 Diperbarui: 17 Agustus 2023   07:46 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila perihmu itu menganga dalam air cuka, di tempat mana kau akan bersandar? Mungkin kau kan berdiam dalam sepi, dan gelap akan membayangimu.

Lalu kepada siapa kau mengeluh? Siapa yang kau nantikan untuk hadir? Siapa yang kau harap selalu ada buatmu? Menghiburmu di saat-saat itu menimpamu.

Hanya sekilas angin sembilu, tusukkan jarum panas ke lukamu. Dan lukamu yang perih itu pasti sakit rasanya. Bilakah kau kembali mengingatku? Bahwa aku ada di saat-saat itu menimpamu.

Mungkin ini takkan lama. Aku berdiri di sini bukan lagi untukmu. Jika kau harapkan pada angin pembawa hujan datang, tentu saja inginmu adalah petir yang siap menyambarmu.

Lalu apa yang harus kau lakukan sekarang ini? Lupakanlah semua tentang kita, lupakanlah aku yang selalu ada buatmu, karena kini dan dulu itu tidak lagi sama.

Di sini terangnya hari bersama matahari telah raib, takkan lagi kau dapatkan hati ini lagi. Cukupkan sudah cerita ini, kau harus mampu berjalan dengan kakimu sendiri.

Sebab pisau ini telah dalam menusuk jantungku, dan lihatlah hidupku yang sempat hilang arah, raga ini menjadi patung, jiwa ini pun lumpuh, dan malaikat pencabut nyawa pun bingung hendak dibagaimanakan nyawaku ini. Dicabutnya rohku tapi jasadku masih hidup, dibiarkan rohku hidup tapi jasadku seperti mati.

Sekarang kau bertahanlah di sana. Cukupkan sudah cerita ini. Tak usah meragukan pada kesetiaan matahari, sebab esok pagi dia kan menyapamu juga. Dan biarkanlah aku pergi, terlampau sudah kau taburkan garam di atas luka ini.

Dan bila hari ini lukamu menganga perih lagi, carilah pundak lain tuk sandarkan kepalamu. Hari ini dan esoknya lagi, cerita ini telah berakhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun