Aku akan terus tuliskan puisi, tentu puisi untukmu saja. Kau bilang tidak mungkin. Tapi aku juga heran, mengapa puisiku untuk dan tentangmu saja.
Melihat jam dinding aku tuliskan puisi untukmu. Setiap detiknya menjelma kata-kata yang berdetak. Melihat ke jendela aku tuliskan puisi untukmu. Setiap sulur cahayanya menjelma larik-larik yang penuh warna. Mendengarkan musik aku tuliskan puisi untukmu. Setiap suaranya menjelma bait-bait yang berdentang.
Merenung sampai ke tepian sepi, denyut nadiku menjelma puisi. Tapi, aku suka, dan aku akan terus lakukan ini ---menuliskan puisi untuk dan tentangmu saja.
Aku suka dengan hobiku ini. Kaulah yang selalu membuatku terus berpuisi. Kaulah puisiku. Jantungku sendiri mengenalmu sebagai puisi, yang menyaru sempurna sebagai debarnya. Ah sudahlah, sebenarnya aku sedang merindukanmu. Aku memikirkanmu, setiap aku tuliskan puisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H