Â
Menjalankan tugas sebagai biarawati sekaligus mahasiswa adalah hal yang menantang buat saya. Bangga menjadi seorang biarawati tentu saja juga bangga menjadi mahasiswa. Menyeimbangkan tugas keduanya tentu saja butuh perjuangan. Mahasiswa adalah tugas utama saya saat ini. Maka tak jarang mahasiswa yang juga sebagai biarawati sering dianggap serba bisa oleh kalangan orang banyak terutama dilingkungan perkampusan.
Menjadi sebuah tantangan ketika saya tidak mampu melakukan apa yang dianggap oleh orang banyak bisa saya lakukan. Saya sadar dan tahu betul mengapa mereka menaruh kepercayaan dalam banyak hal kepada saya. Barangkali satu atau dua kali apa yang mereka inginkan bisa terpenuhi. Pengalaman itu yang membuat mereka gampang melemparkan sebuah pekerjaan kepada saya. Sekalipun saya menjabarkan semua ritme kehidupan saya namun kecenderungan mereka pilihan terakhir itu akan jatuh ditangan saya.
Terkadang saya harus melambungkan sederet alasan ketidakbisaan supaya saya selamat dari berbagai tugas. Apalagi saat ini saya sedang menyelesaikan tahap akhir perkuliahan saya yakni proses penyusunan skripsi, menjalani proses ini membutuhkan banyak energi.
Namun,setiap kali saya melontarkan alasan ketidakbisaan itu saya menyadari bahwa sikap saya yang demikian tanpa saya sadari saya membatasi diri saya menuju kearah yang lebih baik. Memang benar tak semua tawaran harus dipeluk dengan senyuman tapi adalah baik jika saya mampu memilah mana yang harus saya kerjakan mana yang harus tidak semestinya saya kerjakan. Namun ada kalanya pilihan jatuh ketangan saya karena menyangkut kepentingan orang banyak seperti pelaksanaan kegiatan-kegiatan rohani yang diselenggarakan oleh kampus yang kebetulan saja saya menjadi sie kerohanian. Diluar kegiatan ini saya sering juga dipanggil untuk melakukan kegiatan lainnya seperti mengajar disekolah yang memiliki kelas-kelas kosong. Misalnya wali kelasnya lagi cuti 2 hari atau tiga hari. Selain itu masih ada beberapa dosen yang menganggap saya sebagai asistennya seperti dulu ketika saya menjadi mahasiswa yang aktif disemester yang lalu. Maka semua tugas itu harus saya tanggung.
Pengalaman ini mengingatkan saya akan kisah simon petrus yang diperintahkan oleh yesus untuk bertolak ketempat yang lebih dalam. Disana saya melihat bahwa bukan karena kepantasan atau kelayakan petrus makai a mengalami rahmat Tuhan yang melimpah. Namun karena kemauannya untuk mengikuti apa yang menjadi kehendak Tuhan. Tuhan memerintahkan petrus untuk bertolak ketempat yang lebih dalam. Tentu hal ini tidak mudah bagi petrus karena konsekuensi yang bakal terjadi menyangkut nyawanya. Namun,keteguhan hati membawanya pada pengalaman akan rahmat Tuhan.
Demikian juga untuk saya ,barangkali pihak kampus menaruh kepercayaan kepada saya bukan karena kelayakan atau kepantasan saya. Namun justru dari ketidaklayakan itu mereka melihat bahwa saya mampu untuk melakukannya. Melalui ketidkpantasan itu Yesus mengangkat saya untuk mengalami rhmatnya. Jadi,tidak ada alasan bagi saya untuk mngidungkan sederet litany ketidakbisaan sebab Tuhan menjanjikan rahmat yang melimpah kepada saya.
Demikian juga dalam hidup berkomunitas hal ini sering saya alami. Misalnya ketika ada kegiatan diluar komunitas maka masing-masing kami akan menyuarakan litany ketidakbisaan ini dengan berbagai alasan. Untuk saya sendiri hal ini adalah suatu kebiasaan yang pantas untuk diubah selagi itu menyangkut kehidupan Bersama dan kepentingan Bersama. Adalah benar jika masing-masing dari kami memprioritaskan tugas studi masing-masing. Namun,tugas diluar studi juga penting diperhatikan seperti kegiatan kerasulan. Maka saya mencoba untuk memberi diri dalam hal-hal ini karena bukan materinya saja yang penting tapi perlu juga untuk menjalin relasi dengan pihak luar seperti umat allah dan rekan-rekan pengurus paroki.
Hal inilah yang menjadi perjuangan saya sepanjang bulan ini bagaimana saya harus selalu memperbaiki diri agar menjadi pribadi yang benar-benar siap sedia dalam menjalankan tugas perutusan saya tanpa menomorduakan apa yang menjadi prioritas saya.
Medan'2020.