Mohon tunggu...
Nur Tikah
Nur Tikah Mohon Tunggu... -

Dear All, Salam kenal Aku tika berusia 22 tahun dan sudah menikah serta sudah punya 1 anak, saya bekerja di suatu perusahaan swaata dan kuliah di Universitas Swasta. Aku senang memeberikan manfaat untuk orang banyak, salam kenal semuanya

Selanjutnya

Tutup

Money

“Learning Organization” Bank Syariah

28 Juli 2010   07:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:32 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana halnya manusia, Bank juga organisasi pembelajar, karena sebagai organisasi, aset utama Bank adalah manusia. Dan mengapa organisasi atau perusahaan perlu terus menerus belajar? Dan apa rahasianya sehingga organisasi mampu berumur panjang? Charles Darwin mengatakan, “bukan yang terkuat yang mampu berumur panjang, melainkan yang paling adaptif”. Yaitu mereka yang selalu menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan (Kasali, R.,2007)

Syarat untuk selalu menyesuaikan diri adalah adanya proses belajar yang terus menerus, dan semua orang dalam organisasi adalah manusia-manusia pembelajar. Bank Syariah saat ini tengah berupaya memperluas jangkauan untuk juga membiayai sektor infrastruktur, manufaktur dan properti. Namun di satu sisi ratio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing, atau NPF) Perbankan Syariah dari data publikasi Bank Indonesia pada akhir Mei 2007 berada pada 6,17% atau senilai Rp.1, 353 triliun dari total pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp.21,92 triliun (Republika,29 Juli 20027:24).

Total pembiayaan Perbankan Syariah tersebar pada (posisi Mei 2007): a) Konstruksi Rp. 1,741 triliun (7,94%);b) Pertambangan & Industri Rp. 301, 711 miliar (1,38%); c) Listrik, gas, air Rp. 8, 691 miliar (0,04%): d) Lainnya, tersebar pada: pertanian, perdagangan, restoran, hotel, transportasi dan jasa dunia usaha

Mulya Siregar dari DPbsBI, menjelaskan bahwa cukup tingginya NPF Bank Syariah, antara lain disebabkan:


  • Perbankan Syariah tengah menjajagi sejumlah sektor pembiayaan baru. Sektor baru tersebut dikenal sebagai sektor korporasi, diantaranya mencakup pembiayaan manufaktur, infrastruktur dan properti .
  • Di sisi akad, Perbankan Syariah tengah meningkatkan pembiayaan dengan akad non murabahah (non jual beli), seperti mudharabah atau bagi hasil.
  • Sebelumnya Perbankan Syariah hanya melaksanakan pembiayaan non korporasi dan saat itu NPF paling tinggi berada pada level 4,2 -4,3 %. Pola pengembangan bisnis model lama kurang optimal dalam perkembangan industri Perbankan Syariah. Oleh karena itu Perbankan Syariah masih belajar, dan ini yang membuat NPF meningkat. Dan ini harus dilalui, agar kedepan Perbankan Syariah memperoleh pengalaman yang lebih baik.


Kondisi tersebut juga diakui oleh Juwono, dari Bank BNI Syariah, yang sebelumnya hanya bermain di ritel dan UKM (Usaha Kecil dan menengah). Juwono menjelaskan, bahwa sektor ritel di BNI Syariah mencapai 60% dari pembiayaan BNI Syariah.

NPF pada akhir tahun 2007 bisa berkisar pada angka 5% bahkan dibawahnya , kata Mulya Siregar, Peneliti Eksekutif Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia. Posisi NPF sebesar Rp.1,353 triliun (dari total pembiayaan Rp.21,920 triliun) di rinci sebagai berikut: a) Macet (M) Rp. 560,394 miliar (2,56%); b) Diragukan (D) Rp. 312,610 miliar (1,43%); c) Kurang Lancar (KL) Rp. 479, 713 miliar (2,19%); d) DPK (Dalam Perhatian Khusus) Rp. 1,266 triliun (5,77%)

Bagaimana agar NPF bisa menurun? Untuk menurunkan NPF diperlukan orang-orang yang qualified, pantang menyerah, mempunyai daya analisis yang kuat, serta negosiator yang ulung. Kualitas ini diperlukan untuk meyakinkan nasabah, bahwa diperlukan restrukturisasi perusahaan (tak sekedar restrukturisasi di bidang finansial) untuk menyelamatkan perusahaan, dan meningkatkan produktivitas perusahaan.

Restrukturisasi hanya dapat dilakukan jika nasabah bersedia bekerja sama dengan Bank, karena setiap unit operasional perusahaan harus dilihat secara komprehensip, dimana letak permasalahannya. Bank hanya bisa membantu dalam restrukturisasi finansial, dengan memberikan kesempatan melakukan negosiasi pembayaran. Namun nasabah juga harus mengevalusi kembali, apakah unsur dalam operasional perusahaan ada titik lemahnya, dan perlu mendapatkan perbaikan. Restrukturisasi pembiayaan hanya dapat dilakukan, jika nasabah bersama Bank melakukan penilaian pada setiap aspek dalam operasional perusahaan, kemudian menentukan langkah-langkah perbaikan.

Telah disadari bahwa meningkatnya NPF Bank Syariah, adalah karena Bank Syariah mencoba melakukan pengembangan bisnis dengan memberikan pembiayaan pada sektor korporasi. Perlu diperhatikan bahwa penilaian usaha pada sektor korporasi berbeda dengan penilaian pada sektor ritel atau menengah. Pada sektor korporasi, pada umumnya operasi perusahaan lebih kompleks, sehingga diperlukan analisis yang lebih tajam, serta memasukkan berbagai varian dalam analisis, misalnya: inflasi, perbedaan nilai tukar (apabila nasabah melakukan ekspor impor), serta hal-hal lain yang sangat terkait dengan operasi perusahaan korporasi.

Mengingat hal di atas, Perbankan Syariah perlu memberikan pendidikan kepada para staf (account officer) yang menangani pembiayaan, terutama di bidang analisis pembiayaan, agar dapat memberikan pelayanan bagi perusahaan korporasi yang membutuhkan pembiayaan, namun tetap selektif dan penuh kehati-hatian.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun