Mohon tunggu...
TITIN SEKARTIKA
TITIN SEKARTIKA Mohon Tunggu... Guru - Guru Sosiologi SMA Negeri 4 Bojonegoro

S1 SOSIOLOGI UNESA PPG DALJAB PENDIDIKAN SOSIOLOGI UNNES 2020

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Budaya Positif

17 September 2022   11:07 Diperbarui: 17 September 2022   11:13 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan tidak hanya berbicara mengenai prestasi apa yang berhasil ditorehkan seorang guru, namun pendidikan sejatinya adalah menuntun budaya positif murid sesuai kekuatan kodrat alam dan zamannya. Internalisasi nilai dan norma pada murid akan menghasilkan pendidikan yang seutuhnya supaya mereka mampu hidup dengan selamat dan bahagia di masyarakat. Nilai-nilai kebajikan universal merupakan satu langkah awal untuk menumbuhkan apa itu budaya positif. Murid perlu tau dan mengimplementasikan seperti apa hakikat nilai-nilai kebajikan yang secara alamiah telah mereka miliki. Pada sosialisasi primer di lingkungan keluarga mereka telah mendapatkan pembelajaran karakter. Saatnya sekarang kita sebagai pendidik menebalkan goresan-goresan karakter tersebut dalam upaya mencapai tujuan pendidikan yang didambakan. (Titin Sekartika, 2022)

Keyakinan kelas yang kita buat bersama secara kolaboratif antara guru dan murid merupakan strategi nyata yang mampu meningkatkan dan menguatkan karakter kebajikan. Cukup mudah proses pembuatan keyakinan kelas; yaitu diawali dengan adanya curah pendapat bersifat dinamis, toleransi, dan berbasis profil pelajar pancasila, menuliskan poin-poin penting, menggubah prakarsa negatif menjadi positif, lalu adanya pengkajian ulang, diabstrakkan, diyakini dan diterapkan, misalnya toleransi, dinamis, integritas dsb. Secara tidak langsung keyakinan inilah yang menjadi pengendali diri. 

Sejatinya dalam Keyakinan kelas tersebut berbasis pada 5 kebutuhan murid. Kebutuhan akan kasih sayang dan perasaan diterima, kebutuhan kebebasan, kebutuhan kesenangan, kebutuhan penguasaan dan kebutuhan untuk bertahan hidup. Sebagai pendidik kita tentunya perlu tau, ketika seorang murid melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebijakan atau melanggar peraturan fenomena tersebut sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar. Oleh karena itu, monggo...kita berbondong-bondong untuk mengutamakan dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut.

Budaya positif merupakan pikiran, akal, budi, atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar diubah (KBBI). Budaya positif memang sepatutnya diterapkan oleh stakeholder SMAN 4 Bojonegoro. Mulai dari penerapan disiplin positif, nilai-nilai kebijakan universal yang diyakini dan dijadikan sebagai kesepakatan kelas maupun sekolah sehingga mampu menumbuhkan motivasi intrinsic murid tanpa takut terhadap hukuman dan mengharap penghargaan. Hal tersebut secara alamiah akan mengakomodir kebutuhan dasar baik murid maupun pendidik. Kita sebagai guru mampu menerapkan posisi control sebagai MANAJER dengan tujuan menumbuhkan tanggung jawab, kepercayaan diri, dan penguatan karakter pada anak.

Restitusi berbicara mengenai proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi atas masalah dan membantu murid berfikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). Puncak dari penerapan budaya positif adalah restitusi, karena dalam pendekatan restitusi ini tahapannya sangat kompleks dan kontekstual. Kegiatan inilah yang akan saya jadikan sebagai focus Aksi Nyata pada modul 1.4 dengan judul "Restitusi; Sebuah Cara Menanamkan Disiplin Positif Pada Murid". Alasan saya mengapa berfokus pada restitusi karena melihat fenomena di SMAN 4 Bojonegoro banyak sekali masalah murid yang belum terselesaikan dengan berbagai heterogenitas yang ada. Jika kita sebagai guru acuh dengan realitas tersebut maka murid akan mengalami degradasi moral, minim kepercayaan diri, dan karakter yang tidak kuat. Oleh karena itu saya akan mensosialisasikan dan berbagi dengan teman sejawat mengenai penerapan segitiga restitusi.

Tujuan

Dampak yang ingin dilihat pada murid adalah;

  • Menciptakan budaya positif, suasana belajar yang aman, nyaman, dan berpihak pada murid. 
  • Menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka dan kembali dengan karakter yang lebih kuat.
  • Mewujudkan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi atas masalahnya.
  • Mewujudkan murid yang menghargai nilai-nilai kebajikan.
  • Menumbuhkan tanggung jawab pada murid atas perilaku yang mereka pilih.

Tolok Ukur

  • Warga sekolah mampu menerapkan budaya positif, suasana belajar yang aman, nyaman, dan berpihak pada murid. 
  • Murid mampu memperbaiki kesalahan mereka dan kembali dengan karakter yang lebih kuat.
  • Guru dan murid mampu berkolaborasi dalam mencari solusi.
  • Murid menerapkan dan menghargai nilai-nilai kebajikan.
  • Murid mampu bertanggung jawab atas perilaku yang mereka pilih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun