Mohon tunggu...
Tigor Prasodjo
Tigor Prasodjo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Tinggal di Jepara

Selanjutnya

Tutup

Money

Sifat Karyawan/Buruh di Jepara Menurut Investor (Tidak Semua)

21 Agustus 2014   02:54 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:00 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekali lagi saat tadi melihat-lihat mesin asah pisau untuk pabrik furniture kami, sempat bicara soal karakter buruh atau karyawan asli Jepara.

Jepara terkenal dengan kerajinan ukir dan produk furnitur. Belakangan kerajinan kain tenin troso juga sudah terkenal. Sebagian besar pekerja kelas menengah bekerja di sektor furnitur. Banyak investor yang datang baik domestik maupun ekspatriat. Pengakuan mereka suka berbisnis furnitur di Jepara karena relatif mudah mencari bahan, banyak tukang/perajin yang bisa dipekerjakan, UMR yang cukup kecil berkisar di sejutaan dan daerahnya yang cenderung kondusif.

Pak -sebut saja- Wahyu tadi mengatakan buruh Jepara jika di Jepara memiliki loyalitas pada pekerjaan di tempat tertentu yang cukup rendah. Mereka akan dengan mudah berpindah tempat meski dengan perpisahan yang tidak elegan dan cenderung "kabur". Asumsi saya kemudian mengatakan ada beberapa hal yang menyebabkan itu semua.

Pertama mungkin Jepara pernah jaya saat terjadi krisis moneter tahun 1998. Di saat dolar membumbung tinggi, pengusaha furnitur kelas ekspor lah yang untung, demikian pula dengan sub kontraktor atau perajin pemasok juga meraup banyak rezeki. Faktor ini mungkin jadi semacam bahan kepercayaan diri akan kejayaan masa lalu.

Yang kedua, sebegitu terkenalnya akan keahlian dalam kerajinan furnitur membuat sebagian pekerja (menurut pengamatan saya) percaya diri akan mudah mendapatkan pekerjaan di bidang yang sama. Maka bisa disimpulkan tidak akan menjadi masalah besar pada akhirnya.

Anggapan positif juga disampaikan Pak Wahyu adalah jika perantauan asal Jepara bekerja sangat bagus jika di luar daerahnya sendiri.

Rekan saya asal Inggris yang baru saja membuka usaha di furnitur juga bahkan sempat melakukan pengamatan intensif tentang mengapa ekspat yang membuka pabrik furnitur di Jepara lebih banyak yang gagal dari pada yang sukses? Dia mendapat sebagia jawaban di antaranya memang sifat pekerja yang dari dulu sudah dicekoki "rezeki sudah ada yang ngatur maka santai saja lah". Yang berikut adalah adanya sifat koruptif meski kecil-kecilan. Apalagi yang dicolong adalah uangnya "londo" atau orang asing. Mungkin karena mental beberapa orang yang merasa pernah dijajah mereka patut membalas kepada anak cucu para penjajah itu.

Sudah banyak didengar dari pengusaha asal luar Jepara mengenai karakter pekerja di Jepara. Harapannya hal-hal seperti itu bisa menjadi pembelajaran utnuk tidak ditiru dan lebih baik melakukan hal ke arah yang baik. Mungkin dampaknya tidak terasa langsung secara makro untuk Jepara, tapi bukan tidak mungkin "label furnitur/ukir" bisa berpindah ke Solo atau Bali yang semakin menggeliat bisnis furniturnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun