Beri pertanyaan ini kepada saya. "Pantas!", dengan tegas saya mengucapkannya.
Secara mengejutkan, lewat Twitter resminya MU mengumumkan pemecatan Jose Mourinho. Mengakhiri berbagai spekulasi selama ini. Ditengah performa The Red Devils yang angin-anginan. Peringkat enam di liga, terpaut 19 poin dengan pemuncak sementara sesama tim merah juga musuh bebuyutan. Apalagi, amarah fans semakin meledak setelah pekan kemarin kalah 3-1 dari Liverpool, kalah segalanya.
Menurut saya memang pantas, bagaimana menurut anda???Â
Sekarang kita elaborasi parameter yang secara umum digunakan dalam mengukur keberhasilan dan kegagalan seorang pelatih. Agar mendapat jawaban berdasar atas pertanyaan tadi.
Yang pertama pasti trofi dan pencapaian selama melatih. Yang kedua, cara bermain tim selama dilatih. Dan terakhir, adalah faktor yang sangat subjektif, yaitu perihal bagaimana sikap dan citra diri selama melatih.
Selama melatih setan merah selama kurang lebih 2,5 tahun, Mou telah melakoni 144 pertandingan dengan rataan PPM (point per match) yang tak terlalu buruk, 1,97. Memberikan gelar Community Shield pada 2016, dan mempersembahkan double trophy "minor" pada musim selanjutnya, Europa League dan Piala Liga.
Rataan PPM nya masih lebih baik dari dua pelatih sebelumnya, yaitu meneer Louis Van Gaal (1,81) dan The Choosen One julukannya dulu, David Moyes (1,73). Bahkan masih lebih baik daripada karteker legenda hidup klub Ryan Giggs yang hanya melakoni 4 peetandingan (1,75).
Untuk parameter pertama, bisa dibilang masih menjadi perdebatan. Baru saja dua musim penuh melatih. Tapi, Mou punya pengecualian karena memang ia tak pernah lama melatih klub. Siklus tetapnya adalah, musim pertama bisa bersaing, musim kedua banyak trofi, musim ketiga kedodoran. Seperti yang telah saya tulis tentang sindrom musim ketiga Mourinho.
Dan terbukti, performa MU makin kesini makin angin-anginan. Sekali menang sangat bahagia, menangnya jarang-jarang.
Jika kita ukur dengan parameter kedua, yaitu tentang cara bermain yang merupakan ranah sangat teknis dan tak banyak orang peduli. Perkara ini sekali lagi sangat kualitatif dan subjektif. Selera setiap orang tentu berbeda.
Satu kata yang melekat dengan Mourinho : Parkir bis, kalau perlu parkir pesawat. Tak peduli apapun caranya, pokoknya menang. Simpel saja. Dari dulu Mou memang begitu. Tak jarang yang jadi korban adalah deretan pemain kreatif yang tak mampu menjadi kriteria pemain idamannya : kuat secara fisik, efektif menyerang dan taktis dalam membantu pertahanan.
Permainan bertahan memang tak menarik bagi beberapa orang. Satu hal yang pasti, kemenangan dalam sepakbola ditentukan lewat banyak gol yang terjadi. Terserah cara bermainnya seperti apa, tiap kepala punya penafsiran dan selera masing-masing.