Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tema yang Sengaja Dibasikan

11 Oktober 2014   05:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:30 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14129539611206974444

Kata pakar penulisan, menulis harus yang aktual. Nilai kupasan dan rumbai-rumbai pendapat serta konstruksi bahasa itu nomor dua. Tapi apa mau dikata, saran pakar itu tidak bisa saya penuhi untuk dua informasi yang sudah basi di bawah ini. Kesengajaan membasikannya tidak lebih dari bosannya diri setiap kali menyimak kejadian dua tema itu yang selalu terulang dan terus terulang. Seakan berkejaran antara yang anti dan yang suka!

kejadian ini sudah dua minggu lalu terjadi, sengaja saya pendam karena saya tidak ingin kejadian ini menjadi komoditas perseteruan analisis yang sering kali terjadi pelencengan makna dalam menganalisis sebab. Bukan oknum yang seharusnya jadi pusat salah, tetapi malah simbol strata dan konten ajaran agama yang akan habis luluh lantak di bedah. Terasa ada sedikit ketakutan, betapa buas nantinya serbuan opini yang haus akan penghancuran-penghancuran karena ada beda kepentingan.

Kejadian apa itu?

1. Pelecehan Seksual Santri Putri

Singkat cerita, tidak lebih dari dua kilometer dari tempat tinggal saya, di sebuah lembaga pendidikan yang memuat satuan pendidikan formal dan pondok pesantren terjadi geger yang luar biasa. Kejadian ini sempat ramai termuat sampai tiga hari terbit di koran-koran lokal. Bahkan kabarnya ada satu stasiun televisi yang menyiarkannya, tetapi hanya sekali.

Bagi masyarakat di daerah saya, kejadian ini menjadi onak yang luar bias bejatnya. Bagaiman mungkin seorang kyai yang telah dijuluki (dengan ihlas) oleh masyarakatnya sebagai panutan agama harus berani bertindak diluar julukan itu. Belasan santriwati (menurut berita media cetak yang ada) menjadi korban ulah kyai "gila" ini. Lebih gila lagi, pemilik yayasan pendidikan ini masih sempat beralibi dihadapan polisi jika yang melakukan semua kebejatan itu adalah khadamnya (pendamping ghoib). Untunglah ada satu kyai setempat yang berani menantang kyai pelaku ini untuk bertanding dengan khadam yang dimilikinya. Faktanya, adanya khaddam tidak terbukti, maka jalur hukum harus berlanjut. Kini, proses itu sedang bergulir di pihak yang berwenang.

Yah, benar-benar menyakitkan! Kebejatan moral ternyata sudah merambah ke semua aspek strata. Logika penguatan norma semakin miris pesimis dengan banyaknya adegan-adegan yang serupa selama ini. Benarkah ini ketimpangan antara lahir dan bathin? Saya melihat memang demikian adanya. Kalau melihat sang Kyai yang masih muda (sekitar 38 tahun) menguatkan persepsi jika perjalanan umur dan kematangan sejarah hidup menjadi penguat diri untuk bertindak agar tidak di luar kontrol sewajarnya.

Bagaimana kronologi ceritanya? Mohon maaf, di awal tulisan sudah saya jelaskan jika ini adalah tema basi. Tidak ada nikmatnya memaparkan kronologi kebejatan ini, cukuplah kita mengetahui jika ada suatu peristiwa dan seyogyanya hikmah dari kejadian ini tidak perlu ditafsir sejauh "gerah" hati yang dipunya. Meletakkan kejadian ini sebagai ibrah (pendidikan) lebih sejuk terasa di hati.

2. Nudes Olimpiade

Tepatnya terjadi di di negeri paman sam. Dalam harian Jawa Pos Senin, 6 Oktober 2014 dikatakan sebagai ajang untuk menyalurkan budaya baru bagi mereka (pemilik komunitas telanjang) yang memang memiliki ritual telanjang bulat di moment-moment tertentu. Khusus untuk olimpiade kali ini difokuskan sebagai arena penyemangat kaum nudes dari seluruh buana untuk kelompok nudes Malaysia yang beberapa waktu lalu sempat mengadakan olimpade ini di negerinya tetapi (syukurlah) harus berurusan dengan pihak berwenang setempat.

Tragis! Bagaimana jika itu terjadi di Indonesia? Begitu simpulan akhir harian ini menutup reportase tentang olimpiade yang syur ini oleh penggila-penggila kebebasan dunia.

Bagaiman dengan di Indonesia (mengingat komunitas ini sudah ada di lima negara)? Menjadi kengerian juga jika (ternyata) Indonesia sudah terbentuk cluster komunitas ini. Dan hanya kesintingan belaka jika nanti (di negeri ini) ada yang mencoba menggulirkan aliran telanjang ini lengkap dengan kerangka berpikir pembenarannya.

Entahlah, apakah kuat bangsa ini menyerang gempuran aliran/faham semacam ini. Hanya Tuhan dan kekuatan hati manusia yang menjadi penghuni bangsa ini yang bisa menjawabnya. Nyata benar jika kebebasan itu sebegitu bebasnya di negeri sana, dan sekarang sudah bisa dirasakan jika Indonesia cukup layak dilirik untuk menjadi tempat peraduan selanjutnya! Nau'dzubillah.

3. Basikah Pancasila?

Wajah manusia melenia sudah benar-benar berubah. Ada benarnya kalau dunia sudah terbelah tajam antara kekeh dengan aliran dunianya dan yang (seakan) bermimpi dalam keyakinannya. Dua kutub yang sekarang sedang tarik ulur untuk bisa mewarnai dunia ini. Liberalism sudah sejauh itu dinamika bergeraknya dalam merambah visi hidup. Sementara di kutub lain sedang membuat garis tegas untuk menarik aliran ini agar jangan terlalu ke kanan. Jadilah interaksi yang superaktif hingga mendinamisasikan panasnya pola kehidupan.

Apa yang terjadi di parlemen negeri ini tempo hari bisa dianalisis sebagai membuminya syak wasangka dua kutub ini dalam ranah demokrasi bangsa, tetapi tidak diimbangi kesiapan mental masing-masing individu pelakunya. Pernyataan ini di setidaknya terlontar oleh ketua umum Nasdem, Surya Paloh (dalam wawancara di televisi yang dimilikinya). Liberal lmelebarkan kepakan sayapnya menjadi new liberalisme, maka bisa dibenarkan adanya indikasi pula jika gerakan ISIS merupakan salah satu produk atas terlalu liberalnya dunia.

Indonesia dipersimpangan itu, terminal yang sedang menjadi sasaran untuk disinggahi keduanya. Berbahayakah? Sangat berbahaya jika diterapkan tanpa mau takzim ke hukum yang berlaku di Indonesia. Sayangnya, Pancasila terombang ambing ditengah. Aneh sekali, bagaimana sunyinya publiksi jika dasar negara ini untuk bisa menjadi pensinergi keduanya. Ingat, jiwa Pancasila jelas berbeda dengan keduanya. Libralisme dan ISIS (yang termasuk golongan konservatif dalam melihat faham) adalah bentuk sarana untuk mencapai kekuasaan, sementara Pancasila (kata Thamrin Sonata) tidak sedikitpun berbicara tentang kuasa dan kekuasaan. Inikah sebab utama mengapa Pancasila disembunyikan dalam jati diri bangsa? Membedah korelasi ini terlalu panjang dan kemana-mana.

Al-hasil, isyu pemakzulan, lahirnya dua koalisi, mudahnya masing-masing menyeret respon rakyat, sampai pada penolakan pekerja demokrasi atas undangan SBY, adalah bukit kerentanan sikap dari faham yang ada untuk memilih enggan berlaga secara terbuka dalam realitas politik negeri ini. Menganggap sedikit-sedikit akan ada kemunduran dan kegaduhan bisa menjadi isyarat jika negeri ini sedang ada operasi senyap yang tercipta atas keberadaan dua kutub yang sedang jaya di dunia itu! Kemana Pancasila? Basikah? Jawablah jika bisa...!?

Semoga dari kebasian uraian ini semakin tersadarkan jika Pancasila bisa menjadi jalan tengah dari kebasian yang ada. Tidak terlalu ke kanan karena memang sudah basi atau ke miring kiri yang juga terasa basi. Siapa yang pongah mengibarkan salah satunya (kanan atau kiri) sama saja dengan memberi kebasian akan rakyatnya! Nelangsanya, Pancasila!

Kertonegoro, 10 Oktober 2014

Ilustrasi : pixabay.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun