(renungan Jum'at)
.....
Saya punya sahabat, tidak terlalu akrab. Tetapi selalu ketemu setiap hari. Tidak pernah menyapa kecuali sesekali. Kalau tersenyum, itu mesti.
.....
Sahabat yang telah mendidik saya untuk terus istiqomah dalam bersyukur. Sahabat yang mengajak saya untuk selalu membaca sejauh yang bisa saya baca. Sahabat yang memaksa saya untuk menidurkan obsesi yang berlebih.
Adalah sahabat itu, bisa dipastikan jam 6 pagi melintas di depan rumah. Kadang berdua, kadang bertiga, tidak jarang berempat. Bisa dipastikan menjelang maghrib sahabat saya ini akan melintas kembali, meskipun saya sering melihat jam 8 malam ia melintas di depan rumah dengan segala kepayahan yang tampak di rautnya.
Tidak banyak yang ada dalam sorot matanya kecuali terlihat di pagi hari dengan keceriaan, dan melintas di sore hari dengan kelelahan membawa berkarung-karung beban barang. Ilustrasi kehidupan anak manusia yang tidak bisa saya abaikan setiap harinya.
Ketika saya Tanya, berapa kilo perjalanannya. Dengan hanya isyarat tangan saya bisa membaca tidak lebih dari 20 kilo sahabat saya ini berjalan kaki setiap hari.
Ketika saya Tanya, akan menghasilkan berapa rupiah barang-barang itu. Jawabnya saya disuruh menebak sendiri sembari menunjukkan apa yang ada di karung yang ia bawa. Perkiraan saya sementara, rerata rupiah yang dibawa pulang tak lebih dari 40 sampai 50 ribu nilai barang dari rombongan ini.
Bagi masyarakat di desa saya, sahabat ini bisa jadi melebihi ketenaran seorang kasun atau seorang tokoh tingkat desa. Anda sebut saja nama itu, bisa dipastikan sebagian besar masyarakat desa akan mengenalnya.
Sahabat bersyukur saya, Sajar namanya. Yang tadi sore saya ajak untuk membagi cerita di depan rumah. Dengan gaya khas minim katanya, saya harus bisa menterjemahkan cerita yang ia bagi. Dan, saya tidak mampu menceritakan dengan kata-kata, karena kata pun tidak akan mampu menjabarkan betapa lugasnya sahabat saya ini dalam membaca hidupnya.
Adalah Sajar, pemulung, tetangga tigaratus meter dari rumah saya, rumahnya. Telah saya mintai ijin untuk saya foto dan untuk saya kabarkan dalam tulisan ini. Lihat, betapa tanpa ekspresi wajah yang dipunya. Dengan datar ia pertontonkan senjata kerja yang ala kadarnya, untuk menjual tenaga agar bisa hidup besoknya!