Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Rembulan Jatuh

4 September 2014   05:27 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:40 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1409757836528133816

Rembulan Jatuh

Pupus harap menelan kepahitan jejak

Rembulan jatuh dipangkuan hati yang luruh

Satu lagi tetes air mata membasah menganak-pinak

Yang, tatap gemintang mengiring rundung kedukaan

Lembayung senja meniti langkah mengusap lelah

Percikan kesejatian menjilat-jilat mega merah tak lagi berbeban

Ada yang gelisah, menyulam cinta di bilik sunyi antara jarak waktu merana

Rembulan jatuh dari atap bangunan kokoh kerinduan

Mendesah panjang, sebanyak kata-kata yang telah tertelan

Buih kefakiran benci menggumpal membatu mengeras tak beraturan

Menjadi stigma kegelapan arah peraduan kasih, dari yang ingin mengasih

Asmara, membagi peran jenjang berjenjang, tenggelam sedalam lamunan

Yang terkasih, merayap mengusap lebam, bekas kubangan gairah

Paruh waktu yang ada, meminggirkan semangat runtutnya keselarasan

Tinggallah kesunyian

Tebal kebisuan

Menghaturkan titah lara

Kepekaan, terpendam!

Rembulan jatuh, kala purnama beranjak dewasa

Lukisan keceriaan diri dari yang memiliki rasa

Meratap kini, bersimpuh memanggil tapak sisa-sisa

Rembulan telah jatuh, menyuburkan nuansa tega memalingkan jiwa

Menangislah yang hilanglaksana menabuh genderang perang

Kelembutan yang pernah terjamah

Lenyap menguap

Lembut itu, sedekat mimpi penyempurna bahasa maya

Rembulan jatuh, tenggelam di wajah itu

Redup, menutup barisan wacana

Tinggallah yang tersisa

Kertonegoro, 3 September 2014

Ilustrasi : mhamatrahmat.blogspot.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun