Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pak Anies : “Ekskul Jadul...”, Wah!

15 Desember 2014   05:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:18 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beginilah kalau punya Menteri “bekas” guru. Hari-harinya diisi dengan pernyataan-pernyataan yang familier bagi dunia pendidikan. Terakhir yang heboh adalah merevisi prosesi do’a sebelum dan setelah belajar. Meskipun kemudian diklarifikasi kalau hal itu masih dalam batas wacana saja. Lebih baru lagi kritik beliau tentang ekstrakurikuler di sekolah, jadul kata beliau.

Sayangnya beliau tidak terlalu rinci menjelaskan kejadulan yang dimaksudnya. "Ekskul yang ada ini sudah ketinggalan zaman. Sekarang banyak anak-anak yang sudah kurang tertarik dengan ekskul yang ada. Maka kita harus buat ekskul yang menarik, jadi energi lebih anak-anak tersalurkan," kata Anies seperti dilansir Tribunnews.com, delapan jam lalu. Anehnya, kejadulan ini ditarik oleh beliau sebagai pemicu tawuran.

Kalau dilihat dari kacamata khusnudhon, pernyataan ini wajar-wajar saja. Tidak akan terlalu menggelisahkan seperti pernyataan beliau tentang do’a. Tetapi ketika dianalisis lebih kritis akan menjadi keheranan, utamanya bagi guru-guru yang sekarang menjadi pembina maupun pelatih ekstrakurikuler di sekolah-sekolah. Benarkah pernyataan itu? Mengambil data dari mana sehingga ekskul dianggap jadul, yang kemudian dipentalkan sebagai picu tawuran. Jika pernyataan ini tidak didukung data yang kuat, bisa jadi akan berakhir seperti jawaban klarifikasi do’a, masih sebatas wacana.

Dalam pasal 1 permendikbud no.62 tahun 2014, jilaskan, yang dimaksud dengan:

1.Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan.

2.Satuan pendidikan adalah Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK).

Jadi jelas jika keberadaan ekskul memiliki dasar yang kuat meski dalam tataran aplikasinya lebih bersifat inisiatif sekolah dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa didik di daerah sekolah siswa berada. Bahkan untuk di sekolah saya sendiri, mata kegiatan ekskul dimusyawarahkan dengan komite dengan harapan agar terjadi prinsip tepat guna, tepat sasaran, dan penuh dengan kearifan lokal.

Tulisan ini tidak ingin menjabarkan secara rinci makna utuh dari keberadaan ekstrakurikuler di sekolah. Tulisan ini lebih pada mempertanyakan penilaian jadul dan picu tawuran yang dilontarkan oleh Pak Menteri tersebut. Keberadaan permen tentang ekskul ini saja sudah membuktikan jika ekstrakurikuler tidak bisa lepas dari kebermaknaan pembelajaran di daerah itu. Sementara kita tahu, rating tertinggi untuk tawuran itu ada di kota-kota besar. Kita juga tahu, eksistensi ekskul di sekolah-sekolah kota lebih inovatif dan bernilai (baik bentuk maupun hasilnya). Sedangkan sekolah yang ada di pingiran (desa) kadang sebatas kemampuan dana BOS yang ada, yang berarti ekskul yang ada dalam batas standar minimal yang dibutuhkan siswa.

Jika di sekolah kota ada ekskul modelling, tata busana, tata boga, bahkan seni grafiti, Item ekskul itu tidak akan ditemukan di desa. Mengapa? Di samping tidak tepat guna juga anggaran yang dibutuhkan akan menguras banyak dana BOS yang menjadi sumber satu-satunya pembiayaan sekolah-sekolah di desa. Lantas, apakah seni grafis, modelling dan lain-lain itu termasuk jadul? Tetapi mengapa berita tawuran selalu bersumber di sekolah kota? Apakah di desa yang minim inovasi ekskul dianggap jadul? Nyatanya, meski sekolah pingiran minim ekskul pun, pelajar pinggiran jarang terdengar melakukan tawuran.

Bantahan akan jadulnya ekskul ini sebatas mempertanyakan kebenaran data dari pernyataan beliau itu. Jika memang ada kajian yang memang valid sebagai dasar pernyataan beliau, maka memang perlu dilakukan revisi ulang seperti halnya K.13 dan lainnya. Jika ternyata hal itu hanyalah spontanitas beliau (karena niatan untuk menyemangati sekolah-sekolah), seharusnya ada ekor tambahan pernyataan itu agar tidak terlalu menciutkan semangat pekerja-pekerja pendidikan yang terjun sekuatnya untuk memberikan tambahan pengetahuan ke siswa dalam bentuk ekstrakurikuler.

Akan sangat disayangkan juga jika pernyataan itu di dasarkan atas niatan untuk selalu memberikan perubahan, apapun itu. Sementara point-point yang ingin dirubah sejatinya masih cukup survive (baik mutu maupun kebutuhan) bagi peserta didik. Jangan pula ini hanyalah lips saja jika Pak Menteri ingin lebih terakui di kalangan pendidik sebagai orang yang ingin merevolusi pendidikan negeri.

1418571484792334099
1418571484792334099



Saya tidak ingin terlalu memperbanyak prediksi-prediksi dari pernyataan beliau. Sebagai orang yang langsung bergerak di lapangan, justifikasi kejadulan ala pak Menteri ini memang perlu diuji dengan realitas lapangan. Jika di bawah tulisan ini saya tampilakan gambar apa yang pernah saya dan siswa saya lakukan, itu hanyalah sebagai sentuhan saja ke Pak Menteri jika pernyataan beliau, ketika di kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI), Minggu (14/12/2014), itu lebih bersifat kasuistik. SC dan gambar yang saya perlihatkan ini tidak bermaksud memberikan kegagahan diri dari apa yang telah dilakukan, tetapi lebih pada bukti jika antara jadul, tawuran, dan ekstrakurikuler terlalu absurd untuk dikemukakan.

1418571572940736302
1418571572940736302

(melatih mental dengan mengemis - diklat teater)

Semoga lontaran tentang revisi do’a, ekstra yang jadul, dan lain-lain tidak juga karena pandangan terkini beliau dalam menatap pendidikan negeri ini (karena telah terjadi erosi kepentingan). Karena bagaimanapun juga, nakhkoda perahu pendidikan negeri ada di ujung tangan beliau.

14185716701145806411
14185716701145806411

Semoga tulisan ini memberikan secuil jawaban akan validitas pernyataan Pak Anies Baswedan tentang keberadaan ekstrakurikuler yang sebenarnya. Semua berpulang pada mindset masing-masing dalam melihat fenomena. Dan sangat besar harapan saya agar mindset beliau sebagai inovator pendidikan negeri selama ini tidak terkontaminasi oleh hama apapun di luar idea beliau sebagai pendidik.

Salam pendidikan!

1418571709639473918
1418571709639473918

Kertonegoro, 14 Desember 2014

Literatur link :

https://id.berita.yahoo.com/anies-baswedan-kegiatan-eskul-perlu-diganti-052835750.html

http://publik22.blogspot.com/2014/09/download-permendikbud-nomor-62-tahun.html

Gambar : arsip pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun