Setidaknya ada 5 kata yang berkaitan dengan istilah laut di pidato Jokowi dalam pelantikan presiden RI tadi siang. EG menganilisnya sebagai keinginan presiden terpilih agar Indonesia mulai menghadap laut, tidak lagi memunggunginya. Tak urung, Jalasveva Jaya Mahe menjadi ikon yang penting dalam sambutan beliau. Laut, maritim, dunia bahari.
Bagi saya, laut Indonesia adalah fenomena kekufuran nikmat tanpa tersadari setiap kali memulai bidikan pembangunan. Tepat sekali jika pemerintahan lima tahun ke depan berani membidik potensi bahari ini. Di stasiun televisi National Geographic ada mata acara lomba memancing ikan tuna. Yang menarik dari acara itu adalah saat tim juri menelisik daging tuna yang didapat peserta. Mutu daging tuna berbanding lurus dengan nilai harga yang didapat oleh peserta lomba. Terlepas dari kebenaran nilai harga yang diberikan, entertainmen ini memiliki daya tarik tersendiri karena ada keluasan potensi alam yang terbayang setiap kali melihat tayangan ini.
Pujangga mensitir sajaknya sebagai koleksi pemanggilan imajinasi lepas setiap kali kosa kata laut dipergunakan. Gerakan ombak, tak berbatasnya pandangan serta semilirnya angin membagi rata dengan kelapangan hati pikir yang sedang diduga. Jadilah laut sebagai simbol takluknya ide dan tema untuk sesegera mungkin memulai tulisan.
Laut, bagian hidup tak berbatas
Menelusur laut sama dengan mendialogkan ketakterhinggaan
Benar adanya, di laut kita jaya, bahari sebab untuk melepas beban
Membaca laut, maknanya adalah kerja keras
Mengesampingkan panas dan gerah
Karena potensi itulah adanya
Laut bertepi, ombak jua yang ada
Hendaklah ketengah, jika ingin tenang jiwa
Dalamnya laut bukanlah mara bahaya
Karena semakin tenggelam kehidupan yang dijumpa
Bahari tersapa, walau kala senja
Tidaklah mengapa, toh hati jua yang memaksa
Tenggelamkan di yang terdalam
Nyatanya, ada mutiara yang terpendam
Selamat menghentakkan kaki di istana
Istana hanyalah bagian kecil dari luasnya bahari cinta
Semoga tidak berkehendak terapung
Malah terlempar-lempar ombak
Dan terdampar
Jadikan bahari sebagai kisah yang terlupakan
Untuk diangkat kembali setiap kali bertembang
Di Istana hasrat obsesi
Laut, adalah bagian bumi yang masih penuh misteri. Segitiga emas dengan "hantu" magnitnya juga migrasi besar-besaran populasi hiu ke sebuah muara adalah ladang kajian yang tak akan pernah terjawab inti masalahnya. Fenomena yang selalu melahirkan dalil-dalil baru dari para ahli kelautan.
Kini, Jokowi ingin meletakkan birunya laut ini dalam mindset pembangunan bangsa. Tak ubahnya seorang revolusioner, gagasan kelautan ini tersambut dengan gempitanya oleh elemen bangsa. Entah kaget atau sedang membenarkan konsep ini, yang jelas, konsep kelautan ini selangkah lagi akan bergulir deras dalam gerak langkah pembangunan bangsa. Yah, selangkah lagi konsep ini pasti bergulir keras karena pemilik konsep adalah pemegang pemerintahan tertinggi negeri ini.
Fakta dari analisis pakar kelautan negeri ini sudah sering diulas media dan jurnal-jurnal. Simpulan yang selalu tertulis dari fakta itu adalah laut tidak pernah kering oleh nilai jual. Apa yang ada di laut adalah habitat yang subur untuk mendatangkan pendapatan negara. Sebelum konsep ini dilontarkan Jokowi, fakta itu hanyalah mimpi. Nilai jual yang ditawarkan oleh laut yang dituliskan oleh ahli dan diamini keadan, kini sedang digenggam oleh presiden RI ke-7 ini, semakin meninggikan nilai tawar potensi alam ini untuk segera terwujud. Ini Indonesia, negera kepulauan dengan laut sepanjang mata memandang.
Klir sudah, kini tinggal melangkah saja, maka konsep itu akan berubah menjadi nyata. Sebagai salah satu anak bangsa, mungkin perlu dipesankan kepada tangan-tangan yang diberi kepercayaan Jokowi untuk memoles potensi ini, bahkan Jokowi pun perlu juga dibisiki jika laut itu dalam adanya. Ada duga kebanggaan dari saya dengan konsep presiden baru kita ini, jangan-jangan Jokowi sedang menyadarkan kita kalau kita harus bercermin dari laut. Meleburkan harkat dan logika diri lewat filosofi laut. Saya terus menduga, jangan-jangan bidikan Jokowi bukan laut yang dangkal, tetapi yang paling dalam. Sedangkan laut yang terdalam itu adalah hati. Benarkah...?
Catatan :
Selamat bekerja pak Jokowi, lurus dan fokus! Salam hangat dari kami disertai rasa terima kasih karena guru, profesi kami, sempat tersapa dalam pidato anda.
Kertonegoro, 20 Oktober 2014
Ilustrasi : republika.co.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H