Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Laut Terdalam Itu Hati, Pak Jokowi

21 Oktober 2014   05:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:18 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14138172461514438161

Setidaknya ada 5 kata yang berkaitan dengan istilah laut di pidato Jokowi dalam pelantikan presiden RI tadi siang. EG menganilisnya sebagai keinginan presiden terpilih agar Indonesia mulai menghadap laut, tidak lagi memunggunginya. Tak urung, Jalasveva Jaya Mahe menjadi ikon yang penting dalam sambutan beliau. Laut, maritim, dunia bahari.

Bagi saya, laut Indonesia adalah fenomena kekufuran nikmat tanpa tersadari setiap kali memulai bidikan pembangunan. Tepat sekali jika pemerintahan lima tahun ke depan berani membidik potensi bahari ini. Di stasiun televisi National Geographic ada mata acara lomba memancing ikan tuna. Yang menarik dari acara itu adalah saat tim juri menelisik daging tuna yang didapat peserta. Mutu daging tuna berbanding lurus dengan nilai harga yang didapat oleh peserta lomba. Terlepas dari kebenaran nilai harga yang diberikan, entertainmen ini memiliki daya tarik tersendiri karena ada keluasan potensi alam yang terbayang setiap kali melihat tayangan ini.

Pujangga mensitir sajaknya sebagai koleksi pemanggilan imajinasi lepas setiap kali kosa kata laut dipergunakan. Gerakan ombak, tak berbatasnya pandangan serta semilirnya angin membagi rata dengan kelapangan hati pikir yang sedang diduga. Jadilah laut sebagai simbol takluknya ide dan tema untuk sesegera mungkin memulai tulisan.

Laut, bagian hidup tak berbatas

Menelusur laut sama dengan mendialogkan ketakterhinggaan

Benar adanya, di laut kita jaya, bahari sebab untuk melepas beban

Membaca laut, maknanya adalah kerja keras

Mengesampingkan panas dan gerah

Karena potensi itulah adanya

Laut bertepi, ombak jua yang ada

Hendaklah ketengah, jika ingin tenang jiwa

Dalamnya laut bukanlah mara bahaya

Karena semakin tenggelam kehidupan yang dijumpa

Bahari tersapa, walau kala senja

Tidaklah mengapa, toh hati jua yang memaksa

Tenggelamkan di yang terdalam

Nyatanya, ada mutiara yang terpendam

Selamat menghentakkan kaki di istana

Istana hanyalah bagian kecil dari luasnya bahari cinta

Semoga tidak berkehendak terapung

Malah terlempar-lempar ombak

Dan terdampar

Jadikan bahari sebagai kisah yang terlupakan

Untuk diangkat kembali setiap kali bertembang

Di Istana hasrat obsesi

Laut, adalah bagian bumi yang masih penuh misteri. Segitiga emas dengan "hantu" magnitnya juga migrasi besar-besaran populasi hiu ke sebuah muara adalah ladang kajian yang tak akan pernah terjawab inti masalahnya. Fenomena yang selalu melahirkan dalil-dalil baru dari para ahli kelautan.

Kini, Jokowi ingin meletakkan birunya laut ini dalam mindset pembangunan bangsa. Tak ubahnya seorang revolusioner, gagasan kelautan ini tersambut dengan gempitanya oleh elemen bangsa. Entah kaget atau sedang membenarkan konsep ini, yang jelas, konsep kelautan ini selangkah lagi akan bergulir deras dalam gerak langkah pembangunan bangsa. Yah, selangkah lagi konsep ini pasti bergulir keras karena pemilik konsep adalah pemegang pemerintahan tertinggi negeri ini.

Fakta dari analisis pakar kelautan negeri ini sudah sering diulas media dan jurnal-jurnal. Simpulan yang selalu tertulis dari fakta itu adalah laut tidak pernah kering oleh nilai jual. Apa yang ada di laut adalah habitat yang subur untuk mendatangkan pendapatan negara. Sebelum konsep ini dilontarkan Jokowi, fakta itu hanyalah mimpi. Nilai jual yang ditawarkan oleh laut yang dituliskan oleh ahli dan diamini keadan, kini sedang digenggam oleh presiden RI ke-7 ini, semakin meninggikan nilai tawar potensi alam ini untuk segera terwujud. Ini Indonesia, negera kepulauan dengan laut sepanjang mata memandang.

Klir sudah, kini tinggal melangkah saja, maka konsep itu akan berubah menjadi nyata. Sebagai salah satu anak bangsa, mungkin perlu dipesankan kepada tangan-tangan yang diberi kepercayaan Jokowi untuk memoles potensi ini, bahkan Jokowi pun perlu juga dibisiki jika laut itu dalam adanya. Ada duga kebanggaan dari saya dengan konsep presiden baru kita ini, jangan-jangan Jokowi sedang menyadarkan kita kalau kita harus bercermin dari laut. Meleburkan harkat dan logika diri lewat filosofi laut. Saya terus menduga, jangan-jangan bidikan Jokowi bukan laut yang dangkal, tetapi yang paling dalam. Sedangkan laut yang terdalam itu adalah hati. Benarkah...?

Catatan :

Selamat bekerja pak Jokowi, lurus dan fokus! Salam hangat dari kami disertai rasa terima kasih karena guru, profesi kami, sempat tersapa dalam pidato anda.

Kertonegoro, 20 Oktober 2014

Ilustrasi : republika.co.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun