Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Kartini RTC] Surat Untuk Kartini-Kartiniku

20 April 2015   14:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:53 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhmad Fauzi
(05)



(Kartini-Kartini ku)

Semoga berkah, ridho, dan hidayah Allah swt. senantiasa dalam puncaknya.
Mari bersholawat, Nak, untuk menghadirkan rasa cinta dan hormat kita kepada baginda Roshulollah.

Tak terasa, engkau sudah dewasa. Bukan hal sepele, perjalanan waktu yang telah engkau lalui. Sulit memang mencipta syukur jika greget yang telah engkau langkahi itu tidak pernah dianggap sebagai bagian yang langka. Mensyukuri bisa menapaki langkah termasuk prestasi.

Kemarin aku ditegur oleh gurumu, karena merasa senang dengan prestasi-prestasimu. Walau berbisik, ketajaman makna yang disampaikan gurumu masih terasa sampai kini. “Mas, prestasi ini hal biasa, memikir pasca prestasi selanjutnya, itulah yang seharusnya…”.

Tetapi ia buru-buru melanjutkan, melihat kerutan di dahi papa. “Ihlaskan anak-anak ini untuk diuji oleh waktu, agar menemukan kekuatan dalam menggenggam Tuhan…”.

Diuji waktu? Wow, sebuah paradigma yang benar-benar pragmatis. Perpaduan antara asa dan kenyataan, antara maya dan realita. Antara hati dan pikir. Antara dogma dan kasus nyata.

Tadi malam papa menangis, tanpa air mata tetapi penuh isakan. Rupanya gurumu telah mengajak papa untuk membagi rata beban yang engkau sandang untuk diberikan sebagaian pada ketinggian sayang papa. Papa yakin, gurumu berhasrat benar agar papa mulai menyentuh kegembiraan jika sang putri sulung papa ini sedang disapa kenyataan hidup. Wow, babak baru perjalanan hidup papa diseparuh perjalan nantinya, insyaAllah.

Seharusnya papa gembira, Nak. Tetapi, malam itu papa harus bersenda-gurau dengan ketakutan dan luasnya kekhawatiran. Papa diajak diskusi dengan beberapa fenomena yang silih berganti bersila di depan papa! Peluh hati dan serak jiwa berdebat sengit dengan fenomena-fenomena itu.

Pertama datang, perawan molek tanpa cacat. Meminta ijin ke papa untuk mengajakmu melenggak-lenggok di antara gairah dunia. Semua yang diceritakan manis, bahkan teramat manis. Ketika ia meminta ketegasanku untuk mengijinkannya, papa balik bertanya : “Bab tentang agama belum engkau cerita, beri aku cerita tentang manisnya…”. Dia menangis, Nak. Ia mendekatiku, sangat dekat. Kemudian menuliskan sesuatu, lantas pingsan! Aku ambil secarik kertas hasil tulisannya itu, tertulis, “Aku lupa menitipkan, di mana…?”, dengan tanda tanya yang masih separuh selesai ditulisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun