Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Etika bagi Ahok dan Murid Saya

28 Februari 2015   04:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:23 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

26 Januari kemarin saya telah mencapai kesepakatan dengan siswa tentang penerapan pola hidup beretika. Sederhana kesepakatannya, saling mengingatkan untuk memperbaiki etika diri. Siangnya saya posting “kabar gembira” itu (ya tentang kesepakatan itu) di tautan facebook saya. Seperti ini postingan itu :

Andai Aku BERETIKA

Menjadi impian saya, andaikata aurora sekolah saya penuh dengan insan-insan beretika. Berani berinteraksi untuk saling menerima dan memberi. Siap menerima pesan-pesan kebaikan –pun- selalu memberi kebaikan. Berani menyadari dan menginsafi, makna salah.

Beretika tidak harus lugu, diam, mencium tangan, malu, dan yang sejenisnya. Beretika adalah konsep hati yang dituangkan dalam gerak untuk tidak sampai menimbulkan “ketidak-nyamanan”. Baik ketidak-nyamanan pada diri sendiri maupun pada lingkungan sekitar. Ada cerita, seorang sufi yang harus berhenti sejenak hanya gara-gara ada barisan semut yang lewat. Nah, bisakah mimpi ini terwujud untuk sekolah kita yang tercinta ini? Bisa, selama guru dan siswa satu padu untuk mewujudkannya.

Apakah berarti sekolah kita selama ini kurang beretika? Tidak, sama sekali tidak. Sekolah kita penuh ruang berwacana dalam menumbuhkan etika. Dan memang, Etika itu dinamis, selalu segaris dengan langkah sejarah. Dinamika keserasian langkah antara etika dan sejarah inilah yang nanti akan melahirkan peradaban yang beradab. Yuk, mari kita mulai mewujudkan impian ini.

Ketika berberbicara dengan guru, dengan sesama siswa, dengan yang lainnya, luapkanlah etika berbicara. Lakukan dengan suara datar, serius mendengar ucapan, dan tentu, dengan bahasa dan gestur yang memikat.

Cara berpapakaian, cara berjalan, cara menikmati jajanan saat istrirahat, cara duduk mendengar ulasan guru, cara bersendau gurau, dan cara-cara lainya, mari budayakan menitipkan etika di sana!

Intinya, etika akan mewujudkan keceriaan, optimisme diri, keberanian, kejujuran, sikap bersih, semangat belajar, dan bervisi prestasi. Lebih penting lagi, akan menggerus kebencian dan mengibarkan kasih sayang. Bagaimana? Berkhayalkan impian saya ini? Mari kita lakukan, walau hanya dalam ranah di sekolah!

Salam cinta dan etika untuk siswa saya! smile emotikon
Yuk, tumbuhkan ETIKA smile emotikon

Catatan :
Sesungguhnya impian ini adalah untuk menumbuhkan terus etika saya sendiri. Terus belajar dan menggali, karena saya menyadari etika harus terus diasah.

Kertonegoro, 26 Januari 2015

Salam,

Akhmad Fauzi

1425048395831445352
1425048395831445352

(SC tautan FB saya tentang ETIKA)


Genap satu bulan dari kesepakatan dan postingan FB itu, di ibukota, etika malah ada yang menggugatnya. Yah, hak Angket DPRD DKI, menggugat etika Gubernur DKI dalam berinteraksi. Dan, tadi pagi, 10 siswa kelas IX (murid saya), harus diberi sanksi oleh seorang guru karena berombongan keluar kelas, duduk-duduk di tepian kanal timur sekolah saat jam pelajaran berlangsung!

Dua jam terakhir kebetulan waktu saya di kelas yang ada 10 siswa yang baru diberi sanksi itu. Sungguh:

1.Saya sesak dada, berkaca-kaca mata ini, lama terdiam di meja guru depan kelas sambil melihat satu persatu wajah ke 10 anak itu.

2.Sebulan berinteraksi dengan mereka untuk menjaga kesepakatan yang telah dibuat, serasa hancur oleh kejadian tadi. Jelas, ini masih ada yang salah dari saya dalam menerapkan makna etika, untuk saya dan siswa saya.

3.Satu jam (dari dua jam pelajaran) saya buat untuk berbagi cerita dan sedikit pemahaman makna dari sanksi yang baru mereka terima.

4.Ahok dan DPR Jakarta menjadi salah satu contoh share saya!

5.Saya mengatakan : “Anak-anak, Jakarta kemarin riuh gara-gara ada dugaan adanya kegersangan etika. Gubernur Ahok dituduh kurang beretika oleh DPR, utamanya dalam interaksi. Apakah kalian merasa saya juga kurang beretika dalam berinteraksi dengan kalian? Benarkah saya salah jika harus mengajak kalian rapi dan dan bersih? Tertekankankah kalian ketika harus berbagi kesantunan? Bisakah kita hidup tenang dengan sanksi-sanksi karena salah diri? ... dst.”.

Satu jam saya kembali mengingatkan betapa pentingnya etika itu. Mengingatk pula kepada saya dan siswa saya jika Rosul diturunkan ke bumi oleh Tuhan, Allah swt. adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia, ya etika!

Usai pelajaran, saya terpaku sekitar 15 menit menatap siswaku yang kepanasan menuntun speda mereka untuk pulang. Muncul pertanyaan : 1) Seperti apakah etika itu? 2) Benarkah 10 anak itu berani melanggar etika karena saya salah dalam mengetrapkan pola membangun etika? Lantas, adakah Ahok yang beretika, atau DPRnya?

Merinding saya ketika tiba-tiba muncul dua pertanyaan :

1.Untuk siapa etika itu? Untuk saya atau untuk siswa saya?

2.Akankah etika yang sedang kami bangun akan tetap melekat di benak, walau nanti jadi orang besar?

Tuhan Maha Halus, pemilik kelembutan dan kesempurnaan etika!

Kertonegoro, 27 Februari 2015

Ilustrasi :

1.batam.bisnis.com

2.dari laman FB pribadi di https://www.facebook.com/akhmad.fauzi.77736



Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun