Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dinasti Tahun Ini, Jadikan Awal dan Akhir yang Termanis

2 Februari 2014   09:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:14 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13913087931490289063

April 2014 menjadi awal dan akhir perjalanan dinasti. Sebab itulah energi yang dimiliki terasa total dikeluarkan. Tidak aneh jika dalam kurun waktu hampir setahun ini perang opini menggila di media. Wajar juga jika masing-masing mengharumkan yang ingin dimunculkan. Warna keberpihakan itupun semakin hari semakin kentara. Mana media yang kuning, hijau, putih, yang tidak ada yang berwarna abu-abu. Siapa berpihak ke siapa untuk apa juga sudah mulai terbaca. Mulai dari pembungkusan bahasa ilmiah akademik sampai pada bahasa embongan nan arogan. Komplit rasanya untuk mempetakan ada apa di belakang siapa.

------)***(-----

1.Realitas Yang Terjadi

Kembali rakyat diminta menilai dengan ketajaman visi masing-masing. Dibiarkan gelembung pencitraan merambah pikir awam. Sementara gelontoran propaganda saban hari berganti sesuai angin dan liukan masing-masing “tim” yang dimiliki. Banjir jadi komidi, somasi jadi euphoria, statemen jadi hantaman, kesalahan masa lalu dan kini menjadi pengait alur sandera dan hujatan-hujatan. Hampir tidak ada ruang dan semangat untuk menitipkan kebaikan yang mungkin masih tersisakan dalam hidup dan langkah yang pernah ditorehkan.

Benarkah tulisan ini karena saya kurang peka akan suasana, atau memang saya terlalu jauh terjerembab rutinas kerja hingga nuansa “ngeh” untuk membela siapa begitu sulit menancap di dada. Atau malah saya tidak tahu bahwa kue negeri ini memang patut diperebutkan dengan warna-warni siasat-siasat. Sepengetahuan saya, Orla terdepak menyisakan selilit yang masih terasa sampai sekarang. Orba tumbang menjadi penguat untuk menolak kepahlawanan seseorang, bahkan mau dijadikan nama jalan saja sulit untuk diterima, kecuali hanya nama sebuah bukit! Dinasti berikutnya riuh dengan cacian referendum. Di era reformasipun hampir tidak ada yang luput dari getah penghujatan. Akankah ini akan berlanjut di April tahun ini?

Seharusnya kesia-sian energi pemberangusan yang dikeluarkan selama ini menjadi pelajaran yang cukup baik bagi simpanan energi yang masih ada di otak. Seharusnya, ringannya menghujat itu (yang toh) akhirnya akan menjadi hujat juga nanti diakhir dinastinya, sudah harus diakhiri. Tidak ada karakter yang bisa dibanggakan bagi anak cucu di kemudian waktu dengan pembiasaan ini, kecuali kebanggaan telah mampu menumbangkan nama dan keadaan.

2.Energi Pemihakan Yang Sia-Sia

Berpihak filosofinya adalah membaguskan yang menjadi objek keberpihakan. Konsep membaguskan sudah final, yaituhanya dengan memperjuangkan (memproses) dengan jalan kebaikan juga. Pemihakan bisa diibaratkan sebagai geliat Publik Relation, perlu ada penyuaraan untuk mengemukakan kebaikan, merayu, dan mengajak. Meminimalisir musuh memperbanyak rangkulan relasi.

Bagaimana keberpihakan itu bisa berjalan jika harus meyisakan luka di pihak lain? Bagaiaman proses memihaknya akan menghasilkan kebagusan jika langkah yang dilakukan juga menabrak-nabrak kebagusan? Logika apa yang ada di yang berpihak jika menghujat lawan adalah pundi untuk mengumpulkan marwah yang dipihaki? Jalan pikir apa sampai menganggap lawan harus dilihat sebagai menu hujatan?

Bukankah proses keberpihakan semacam ini lebih mendekati pembusukan? Atau minimal menjadi bangunan abadi ganjalan bagi yang dipihaki nantinya? Lebih pas akan menjadi fokus garapan tersendiri dalam perjalanan tiraninya nanti yang itu juga butuh energi tersendiri.

Berkonseplah memihak untuk menggunungkan wibawa dan meminimalisir murka. Bervisilah untuk mengibarkan bendera jumawa yang itu akan menarik ketinggian nilai dipihaknya.

3.Akhir Dan Awal Dinasti Yang Manis

Kurang lebih tiga bulan ke depan, awal dan akhir dinasti itu akan terjadi. Belum juga ada isyarat niatan untuk mengubur pembiasan saling membully. Semua seakan sudah pasang kuda-kuda dengan kartu masing-masing. Lirik sana-sini, mencari kesempatan melempar kartu kematian mengharap kemenangan. Aroma amunisi saling menyandera menyengat lengkap dengan gaya lobi yang canggih dan piawai. Kembali, rakyat juga yang diharap partisipasinya untuk membaca dan dijejali aneka warna gaya.

Tahun ini tahun krusial bagi perbaikan kehidupan negeri ini. krusial karena dinasti pasti berganti yang akan membawa konsekwensi yang besar akan gaya perjalanan ketatanegaraan negeri ini. Perbaikan tidak hanya dari sisi kehidupan ekonomi, atau pergantian kelompok yang memegang kuasa atau gaya telikung yang berbeda. Perbaikan seyogyanya juga dalam konteks menatap pergantian itu dengan mulus dan bijaksana. Tidak ada hiruk pikuk hujatan, luntur dendam-dendam, musnah kepicikan yang terpendam.

Jangan sia-siakan krusialnya tahun ini dengan mengumbar arogansi dan kepongahan golongan, baik lewat opini maupun gerakan senyap bawah tangan. Bagi yang ingin maju mari kita iringi dengan lampion pencerahan dan ketulusan. Bagi yang lengser era kita persilahkan menghela nafas menikmati masa akhir dinastinya dengan lengang dan elegan.

Apa sulitnya saling menarik energi kebaikan dari momentum awal dan akhir ini. Bukankah semuanya bersemangat dan berniat (yang telah tertancap untuk maju) hanya untuk kebaikan bumi nusantara. Bagi yang sakit hati dan terpinggirkan legakan untuk melepas perihnya rasa yang pernah ada. Bagi yang pernah menyakiti kuatkankesadaran untuk menghadirkan keinsafan.

Jika gagal kembali momen awal dan akhir dinasti ini dengan manis dan teduh, maka dapat dipastikan lima tahun ke depan akan terjadi pemutarbalikan objek hujatan. Rakyat juga yang akan kena getahnya, rakyat juga yang akan menjadi sasaran empuk untuk dihisap darah merananya.

Ah, memang enak mengajak kebaikan dengan kata-kata. Tetapi Ingatlah, kalau ternyata lebih mudah menghamparkan hujatan dan cerca-cerca. Sadarlah!

Mari kita hantar pergantian dinasti ini dengan melepas senyum dan menatap teduh dalam menyambut, untuk kado peradaban anak cucu kita.

Kertonegoro, 2 Pebruari 2014

Gambar : beemagz.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun