Sederhana saja, banyak yang berubah. Banyak yang hilang! Entah, dari mana harus memulai. Syahdan, Sepuluh tahun lalu, 2013, akun ini mulai ada. Merangkak dengan segala keterbatasan, dengan segala rumbai-rumbai wacana, dengan segala gestur kehangatan opini bangsa. Ternyata saya telah kehilangan banyak hal. Dua tiga empat tahun mencoba menyepi, ternyata unik juga, meski lebih banyak rasa tersiksanya.
Adalah, Thamrin Sonata -semoga Tuhan mengampuni, melapangkan kubur, dan menerima segala amal ibadah beliau- yang selalu menyeret saya menarik urat leher untuk menuangkan segenap inspirasi walau hanya tentang secuil gula-gula. Walau nanti akan tergerus ganas alam lalu mengubur kata-kata yang tercipta.
Adalah Much. Khoiri, yang pertama kali mengenalkan saya dengan dunia blok keroyokan, citizen netizem ini, lalu mengajakku berbicara tentang langit, tentang batu cadas, tentang sedikit sudut istana, tentang pinggiran, tentang nilai-nilai.
Atau, adalah kang Pepih atau pak Iskandar Zulkarnaen atau pak Thamrin Dahlan, atau mas Gatot S. Mungkin juga si Rumah Kayu, mbak Fitriana Manalu, mas Agung Soni, kang Rahab G,  atau yang lain. Kemesraan itu telah mengukir empat buku keroyokan Kompasianer hebat dengan segala talentanya saat itu.
Mungkin, memang saya telah banyak kehilangan.Â
Tetapi yang pasti, tidak menulis itu bukan hal biasa, seharusnya. Yang luar biasanya, aku kembali menemukan akunku meski aku tidak tahu dimana kini aku sedang berada. Hanya semangat menulis, untuk berbagi, itu, tongkat saya memulai, di akunku ini.
Selamat datang akunku, semoga aku tidak terlalu jauh tertinggal oleh perjalanan panjang blog keroyokan ini. Entah...
Jenggawah, 26 Januari 2023
Salam literasi,
Akhmad Fauzi