Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hanya Mengingatkan Ahok

14 April 2016   21:26 Diperbarui: 14 April 2016   21:31 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="bingung"][/caption]

 
 KLU Hari Ini

Budayawan Jaya Suprana telah mengingatkan kita, mengingatkan Ahok baik lewat surat terbuka maupun tiap kali beliau diwawancarai. Salah satu yang menarik dari nasehat pemilik MURI ini adalah agar Ahok hati-hati, karena mau tidak mau prestasi dia akan berefek pada dirinya dan etnis Thionghoa secara umum.

Wajar Jaya Suprana mengatakan demikian, dan bagi saya hal ini tidak ada kaitan dengan nilai rasis. Nasehat itu berasal dari budayawan, sudut yang dilihat adalah dari sisi budaya. Bagi saya, sudut pandang semacam ini lebih pas untuk menjadi acuan hitung-hitungan efek-efek sosial yang ada.

Entah, saya belum mendengar Ahok merespon nasehat ini, kecuali (seperti biasa) hujatan bertubi-tubi mengarah pada Jaya Suprana oleh pendukung Ahok. (Lihat tulisan-tulisan di Kompasiana lebih kurang enam bulan lalu).

Hari ini saya mendengar Karni Ilyas mulai buka suara. Lewat catatan kecilnya, ia mengungkapkan rasa mirisnya melihat kaum papa, rakyat miskin sebegitu mudahnya digusur oleh AhokAhok. Yang menarik bagi saya adalah, baru ini kali Karni Ilyas mempetakompli sebuah kejadian. Selama ini beliau tidak pernah terdengar suaranya tentang kejadian apapun di negeri ini. Kecuali menjadi jembatan dari diskusi-diskusi.

Inilah menariknya. Berarti, dengan kekuatan energi kewartawanannya (apalagi sudah dianggap senior), info yang masuk ke beliau sebegitu mirisnya, sehingga beliau tidak lagi "enjoy" untuk hanya berdiam diri.

Saya memprediksi, dia akan juga menjadi sasaran penghujatan, nantinya (Semoga tidak saja).

Dalam dua hari ini, paska Ahok mengatakan "ngaco" pada BPK. Opini mulai marak untuk mendistorsi wibawa lembaga ini. Saking gencarnya, sampai pribadi-pribadi di dalam lembaga BPK ini tak luput dari penghujatan-penghujatan.

Bagi saya, ini sudah kelewat batas.Menyitir himbauan prof. Romli, dia mengatakan "Agar semua bangsa ini percaya dengan BPK untuk yang berkaitan dengan audit keuangan negara. Jika tidak, kepada siapa lagi kita percaya? Apa kepada lembaga audit luar negeri? Kita negara berdaulat lho?". Kira-kira begitu himbauan beliau saat di ILC tiga hari lalu.

Untuk yang satu ini, jika ketidak percayaan yang ada dibawa ke pengadilan untuk diuji kebenarannya, bagi saya jalur ini yang lebih prosedural, tepat sasaran, dan berhikmah baik. Tetapi, jika ketidakpercayaan itu diungkap dalam bentuk opini, walau dengan dasar apapun (apalagi dengan menghujat dengan kata-kata kotor), maka selayaknya setiap individu negeri ini untuk mewaspadainya. Jelas, ada kegagalan yang fatal dalam memaknai sebuah demokrasi. Dan, ada yang ingin menjadi "super power" dalam hal ini. Amat berbahaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun