[caption caption="mabok (ilustrasi: www.nabire.net)"][/caption]KLU Hari Ini
Kalau andai, itu gubernur, itu tukang cukur, itu para penganggur adalah murid saya, kemudian ketemu mabok (baik secara langsung maupun lewat media, fakta gambar dll), saya jamin nilai bahasa Indonesia akan di bawah KKM. Artinya saya tidak akan pernah menaik-kelaskan atau meluluskan, siapapun orang tuanya, apapun pangkat jabatannya. Kecuali, si anak mau minta maaf dan berjanji tidak akan mengulang lagi. Dan, orang tua harus datang ke sekolahan untuk share dan diskusi perbaikannya. Titik.
Ya, titik! tidak perlu ba bi bu, bla bla bla, haha hihi, huha huha, wauooo wauooo.
Anda ingin tahu apa alasan saya? ini :
1) Saya digaji negara untuk menjaga karakter bangsa, dan sampai detik ini, ini bangsa masih melarang mabok-mabokkan.
2) Saya punya tanggung jawab moral pada orang tua murid saya, melarang siswa MABOK adalah bagian dari tanggung jawab moral saya.
3) Saya punya prinsip, punya idealisme, punya agama, termasuk punya kelemahan, dan punya anak cucu yang menjadi beban amanah saya. Tidak ada jalan kecuali bersodaqoh menjaga etika dan norma. Dan MABOK termasuk melanggar etika menurut bangsa saya. Apalagi agama saya. SARA kah saya?
4) Saya punya Tuhan, Allah swt. melarang hambaNya MABOK. Maka tidak perlu saya percaya dengan plintiran-plintiran, opini-opini, pengelabuan-pengelabuan, rekayasa wacana jika BIR, ALKOHOL, dan sejenisnya di negara sana, di dunia sana, di penelitian ini itu terbaca bisa berfaedah. Saya, dan yang seiman dengan saya wajib dilindungi keyakinan akan konsep MABOK ini
Saya yakin semua guru berpikir searah dengan saya. Dan semua wali murid akan idem dito akan hal ini..
Artinya, saya menantang diri saya, baik sebagai masyarakat, sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagai bagian kecil dari perjalanan sejarah, di pihak mana saya berada. Hasilnya adalah, MABOK adalah bagian jihad saya untuk bisa ditempatkan pada porsinya, Adalah HARAM dan merugikan.
Apakah saya SARA?
Jika untuk sebuah kebenaran tidak ada istilah SARA, selama langkah untuk kebenaran itu berada pada koridor aturan, norma, etika, nuansa budaya, masyarakat, negara, dan agama.
Omong kosong itu julukan SARA jadinya.
Artinya, Bukan karena Zaskia Gotik itu muslim sehingga saya pernah menulis pembelaan atas guyonan Pancasilanya. Dan bukan karena Aceng, Acong, Robert atau siapapun juga yang (mungkin) non muslim, sehingga saya harus melawannya.
Karena nyatanya, saya juga pernah mengajak bangsa ini untuk "Jangan Salahkan Sonya", dalam bentuk puis. Padahal saya tidak tahu dan tidak perlu tahu apa agamanya, adek Sonya ini.
Jangan budayakan lelena hipokrasi.
Kini semakin terkuak, yang haq adalah haq, yang bathil tetaplah bathil. Jangan menguras energi dengan membolak-balikkan fakta sunatullah ini. Akan luluh lantak jiwa-jiwa yang ada.
Salam Indonesia jernih, teduh, dan religius.
 Semoga bermanfaat.
Â
Kertonegoro, 11 April 2016
 Salam,
Akhmad Fauzi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H