Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Betul, Pak Presiden

9 April 2016   09:17 Diperbarui: 9 April 2016   09:24 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi: iconers212.blogspot.com"][/caption]KLU Hari Ini

Bagus, setuju pak Presiden. "Kerja, kerja, kerja. Jangan banyak berwacana".

Melihat gestur beliau, terasa sekali jika keseriusan dalam mengucapkan kata-kata itu berada dalam kondisi puncak. Tidak perlu dianalisis apakah kata-kata itu untuk pak RR yang selalu bersahut-sahutan dengan pak SS yang memang terasa selalu berebut wacana. Atau untuk menteri yang sibuk membagi (jatah) tenaga pendampingan desa. (sumber berita, TVONE, Kamis, 8/4/2016, pukul 23.30 wib)

Presiden seserius itu, harus diyakini sebagai bentuk kesempurnaan info yang telah masuk ke beliau tentang kinerja,dan situasi berwacana di negeri ini.

Yah, imbas perspektif, kontra paradigma, terlilit ketergantungan, bibit-bibit perkronian, parsial, egosektarian, seperti yang bertumbuh di masa-masa sebelumnya tidak lantas lenyap lewat pergantian kepemimpian, sehebat apapun pemimpin itu. Dan, pergantian kepemimpina tidak serta merta pula akan mencipta orang-orang suci tanpa salah, bak usai bermimpi saja.

Artinya, Kewajaran memandang kepemimpinan adalah bagian dari kedewasaan dan pendewasaan.

Artinya pula, pemujaan, pembencian, pengalibian, bahkan apriori (yang berlebihan) bisa berpotensi semakin menutup proses pendewasaan itu.

Budaya itu untuk mendewasakan proses hidup agar semakin beradab. Dan peradaban, adalah posisi strategis untuk bisa berteriak sekuatnya, jika manusia telah mencapai peningkatan kedewasaan, sebagai manusia yang berbudaya.

Tetapi awas, ada yang ingin menarik-narik, seolah-olah manusia berbudaya itu adalah manusia yang telah mampu mencipta materi-materi, mencipta teori-teori, mencipta opini-opini. Tetapi minim bahasa kepekaan dalam membaca ada apa dibalik desah nafas tatkala menghitung angka-angka materi itu.

Sungguh, jangan mau jika Indonesia nanti hanya mencapai peradaban "Rujak Cingur". Huhahuha sja. Pedas nikmat, tetapi mencret akhirnya.

Rujak cingur yang dicipta oleh siapa saja, baik oleh produk kepemimpinan ataupun rujak cingur dari ciptaan ala x, ala y, ala z.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun