Sayangnya, kini profesi ini hilang dengan sendirinya. Pergeseran perkembangan medis menuntut pak Mantri, si tukang calak, harus menggantung tas kusamnya, alih profesi.Â
Tetapi lamat-lamat terdengar lagi akan ada sunatan massal. Sunat bisa berarti memotong, mencabut, memutilasi. Masih saudara dekat dengan istilah membekukan, menilep, mengkuliti. Masih pula korelatif maknanya dengan membantai, membully, juga menghujat, sadis dan bengis.Â
Begitulah yang saya dengar dengan niatan sunatan massal itu. Benar kata Iwan Fals, Â "Si bapak mantri bukannya bengis meskipun tampak sedikit sadis.Kerinyut hidung bocah meringis, edikit tangis anunya diiris...".Â
Tukang calak, dulu, adalah profesi terhormat. Mungkin itu pula yang ingin dihidupkan lagi. Memotong, mencabut, membekukan, membully, menghujat, dan seterusnya telah mulai menjadi "ritual sunatan massal".Â
Ada-ada saja si tukang calak ini, pak Mantri. Bekulah segalanya! Beku hati, beku motivasi, beku semangat, beku potensi, beku kibaran-kibaran kemenangan.Â
Ah, pak Mantri. Andai saja lebih berani mencabut gaya sunatan massal itu, saya yakin seringai anak-anak kecil itu akan menjadi tangis bangga histeria prestasi bangsa.Â
...
Hei sunatan massal
Aha aha
Sunatan massal
Aha aha