Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tegaslah dalam Melihat Benar Salah, Sebuah Hikmah

22 September 2015   20:47 Diperbarui: 22 September 2015   20:54 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masih Tentang Gambar Alias Foto
(Mari beribrah pada Akhlak Roshululloh)

...
Salah satu ahklak Roshululloh yang nyata terlihat adalah, tegas dalam melihat hal yang salah dan benar. Setiap kali beliau berdiskusi, konsep yang ditawarkan tidak pernah berekor kemudhorotan, karena ketegasan beliau dalam melihat kebenaran dan kesalahan. Titiklah jadinya. Bukan "mungkin", "seandainya" apalagi akan bermasalah di waktu selanjutnya.

Maka ketika ada "orang pandai" yang berani mengatakan jika Islam di masa Roshululloh berkembang lewat peperangan, nampak sekali ada yang disembunyikan dalam melihat lafal-lafal sejarah. Padahal, acapkali malaikat Jibril menawarkan "balas dendam" tatkala melihat dahi Rosul mengucur darah, maka acapkali pula dibalas oleh Roshululloh dengan bejibun doa kebaikan.

Tegas memandang salah benar. Tidak memandang teman, sanak famili, apalagi sahabat seperjuangan. Fatal jadinya, kongkalikong yang terjadi. Maka, habis waktu yang ada untuk membeli gincu dan segala piranti untuk pengelabuan-pengelabuan. Bergemuruh kala menyusun kata agar terkesan indah, padahal ternyata, hanya ternyata!

Semua berawal pada kekalahan dalam menjabarkan kepentingan diri melihat salah agar selalu ditoleransi! Hampir pasti, niat hasrat tersayat-sayat.

Sementara iner, adalah konstan! Hanya berpihak pada yang benar. Benar menurut umum, menurut aturan, menurut Tuhan. Karena iner itu sendiri ada yang menafsiri sebagai "bisikan Tuhan".

Masihkah kita gila dengan puja-puja, hura-hura, hore-hore, dan rame-rame, padahal itu berisi bom waktu kehidupan. Terbayang, bau pembusukan, anyir kedangkalan perbaikan. Yang sering adalah, berakhir dalam kesedihan!

 

Nau'udzubillah, summa na'udzubillah!

Semoga bermanfaat. Beridola saja pada yang jelas dan berhikmah. Semoga...

 

Kertonegoro, 22 September 2015
Salam,

Akhmad Fauzi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun