Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kita di Mana?

14 Maret 2014   04:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:57 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13947195761817619477

Renungan Malam Jum'at :

Seminggu ini banyak peristiwa yang bisa kita ambil hikmah. Dipertonton tragedi demi tragedi.Kehilangan dan menghilangkan,menuduh dan dituduh, sedih dan menyedihkan!Tidak ada yang aneh, seperti juga minggu-minggu sebelumnya, takdir Tuhan merambah siapa saja dan kapan saja.

1. Anas Urbaningrum harus menghadapi kenyataan hukum yang sebenarnya. Setelah setahun lebih terpenjara oleh tuduhan tersangka, kini tuduhan itu resmi sudah. Lebih mengerikan fakta yang ada, penyitaan demi penyitaan menjadi agenda selanjutnya. Semalam terkabar (di running teks sebuah media televisi), asset sang mertua pun harus rela disita KPK.

2. Kekasih dan mantannya membunuh! Belia, datar, dan tampak belum menemukan rasa dosa dan bersalah! Bentuk elegansi kekejian anak manusia hasil polesan dunia kekinian. Miris, karena saat diwawancarai awak media, begitu lugasnya bercerita. Ada dendam yang tidak mampu terbayar apapun. Ada kepuasan ketika diri berlagak menjadi Tuhan! Potret kegagalan peradaban masa kini dengan segala tendensi dan nuansa kesalahan pengambilan makna dan nilai-nilai.

3. MH370, pesawat Boieng 777 milik maskapai penerbangan Malaysia hilang tanpa tahu rimbanya sampai detik ini. Spekulasi bermunculan, mulai dari kerja tangan jahil terorisme sampai pada (yang terakhir) terkabar bahwa ada pejabat keamanan AS melihat jika pesawat itu masih melayang-layang selama empat jam setelah hilang dari monitor radar. Spekulasi yang semakin membuat sakit para kerabat korban. Sakit karena kehilangan, sakit karena kembali berharap, sakit karena kenyataan pesawat itu kini belum tertemukan. Ada yang miris, ketika seorang anak dari korban pesawat itu, kedua orang tuanya, menggambar pesawat lengkap dengan untaian kata pengharapan agar kedua orang tuanya kembali dalam pelukannya! Tafsir keluguan dari seorang bocah yang sejatinya bisa dijabarkan dengan ribuan kata-kata untuk memaknainya.

Bagaimana dengan kita? Apakah minggu ini ada yang bisa kita ambil hikmahnya? Atau kita sudah merasa happy sendiri, atau juga yang paling sedih? Dimana posisi bathin kita membaca ini semua, antara mengatur takdir diri dengan berempati akan tragedi yang ada itu? Acuhkahkita? Mungkin malah lebih, dengan berlagak memberi persepsi dan opini-opini!

Setiap tragedi adalah pembelajaran bagi diri dan mahkluk disekitarnya. Bukan untuk dikuliti lantas ditinggal pergi, atau ditengok sebatas menengok.

Dimana posisi kita, kini? Masih beranikah menancapkan ego dan superioritas? Masih akan bernafsu untuk menanamkan kebencian dan pengerucutan gempita golongan? Masih mencoba bereksperimen seakan Tuhan lepas dari langkah? Masih harus mengibarkan "Aku yang menang...!!!".

Posisi mana yang akan kita ambil? Ya, ternyata lebih baik mengambil hikmah dari tragedi itu, kemudian menuangkan dalam keterbatasan diri untuk merengkuh kepasrahan!

Dalam pengambilan hikmah ada do'a, ada rasa syukur, ada empati, ada pemikiran, ada perbaikan, ada kewaspadaan, dan ada amunisi untuk menutup tragedi selanjutnya. Kemudian dituangkan dalam keterbatasan diri yang termiliki agar terjawab kebesaran Sang Kuasa dan menjauh dari cerca-cerca. Lahirlah kepasrahan dengan sendirinya untuk menutup gelisah dan ketakutan.Maka, rotasi berfikir akan normal kembali sebagai jaminan langkah hidup selanjutnya dengan warna yang lebih baik lagi, tetapi tetap, hanya untuk diri sendiri!

Jadi, itukah posisi kita? Yah, karena (jika Tuhan mau) bisa saja menempatkan kita sebagai yang ikut dalam tragedi itu! Bersyukurlah dengan tengadah do'a untuk kebaikan bersama. Itulah posisi yang terbaik sebagai hamba.

Catatan :

Tulisan ini sebagai bentuk keprihatinan akan tragedi yang ada dalam minggu ini, minggu lalu, dan minggu-minggu selanjutnya. Bentuk empati yang seluas-luasnya tanpa berfikir siapa dan bagaimana, karena kita hanyalah manusia. Tuhan, Allah SWT, lebih tahu apa yang terbaik, Semoga Ia memberikan kebaikan yang terbaik untuk kita! Amin, insyaAllah...

Kertonegoro, 13 Maret 2014

Ilustrasi dari www.ectshow.co

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun