Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dicari, Jasa Rekonsiliasi Negeri

6 Oktober 2014   06:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:14 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14125263152107913591

Ketua DPD baru, Irman Gusman, telah menyatakan diri siap menjadi mendiator dari panasnya konstelasi (Metro TV beberapa waktu lalu). Mampukah? Jangan melihat kemampuannya, lihat saja niatan keinginan untuk ikut mengakhiri perseteruan antar dua koalisi. Butuh keberanian untuk mau unjuk diri di tengah gamangnya elemen masyarakat menatap suasana. Kegagalan memang lebih tampak dari pada keberhasilan yang akan diusahakan. Kerja keras sudah jelas, makan hati hampir pasti!

Ruang media terbelah, ruang akademisi sudah tidak mampu lagi menelisik kadar objektifitas masalah. Pengamat, tergantung di mana dia tayang wawancara. Kompasiana? Apalagi. Terbelah, saling seret meyeret semakin menjauhkan. Sekjen Nasdem yang tertarik dengan "keihlasan" PPP menerima aturan koalisi untuk duduk di kursi pinpinan legislasi, direspon (ketertarikan itu) ala kadarnya oleh wakil dari PPP (lihat tayangan TV ONE pagi, Minggu 5 Oktober 2014).Menjadi deklarasi tersirat jika apapun reaksi antar kubu ditanggapi sedingin yang ada. Menjadi penguat jika konstelasi politik bangsa memang terbelah menjadi dua arah.

SBY bersama partainya yang sejak awal mati-matian mengabarkan untuk berposisi penyeimbang, menjadi semakin dibuat tidak jelas posisi kepastiannya, paska UU Pilkada. Segala aksi dan statemen yang muncul dari beliau selalu dimentahkan dengan analisis dan paradigma-paradigma. Saya yang termasuk yang melihat ini bukan gegara UU Pilkada. UU ini hanyalah alasan antara saja untuk membunyikan kepengapan idea yang kebetulan ada kesempatan tersalurkan, ya lewat UU Pilkada ini. Berbagai hastage media sosial menyuburkan kegeraman seakan semakin mentradisikan buramnya image sosok pemimpin bangsa paska turun tahta.

Mengapa tidak memberi semangat ke keduanya untuk lincah bermain dalam wahana ketaatan aturan? Mengapa selalu beralibi jika rakyat telah kalah? Ruang untuk membela rakyat di negeri ini sebegitu terhamparnya. Risih dengan aturan negara ada MK, takut, terancam, dan terhina, sudah ada institusi yang menjaga. Biarkan rakyat melihat suasana politik ini. Mereka akan turun jika ada yang melanggar aturan negara, itupun dengan segala prasyarat ketat untuk melibatkannya.

Jangan melihat kalah dan menang, apalagi mengkorelasikan kekhawatiran langkah ke depan. Jangan pula ingin selalu menang dan mengalahkan, apalagi dengan niatan untuk balas dendam.

Dicari, jasa rekonsiliasi untuk menjembatani sumirnya opini-opini. Bukan malah mengajak dan meliukkan wacana. Maka, dicari kekokohan niat dan kesungguhan hasrat untuk berdiri menjadi rekonsiliator. Menyapa segala beda dengan ketinggian gaya bak kesatriya. Semakin cepat ketemu jasa rekonsiliasi, semakin cepat negeri ini berlari. Semakin banyak yang mau mengajukan diri menjadi jasa rekonsiliasi, semakin tampak kedewasaan penghuni negeri.

Lebih hebat lagi, jika tanpa mengajukan diri sudah bergerak untuk memulai menjadi seorang rekonsiliator, dengan sembunyi-sembunyi! Dicari...

Kertonegoro, 5 Oktober 2014

Ilustrasi : kupang.tribunnews.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun