Robek keperkasaan selama visi memandang kehancuran
Rata dengan tanah
Rumah indah bagi rumput-rumput liar!
Kabilah menghunus pedang
Berkilau hanya dalam sarung tangan
Hanya tergenggam
Hanya dalam lamunan
Kabilah dari serombongan hati
Yang dirindukan negeri
Untuk mendirikan keniscayaan
Dari belenggu liar obsesi
Berteduh di lebatnya awan
Mencari celah memanah matahari
Busur dilepaskan
Picing mata, rimbun duga
Mati suri kepekaaan,
Kabilah semakin menelan beban
Kabilah, atas nama konstitusi
Yang kini dicuri penyamun nurani
Saling menimpuk batu di rumah sendiri
Menjadi pondasi awal atas jarak kesemestaan
Jauh tertelungkup di bawah bebatuan
Terlentang, anak kecil melumat transkrip siasat
Kabilah saling mengigau
Berlomba saling bekhotbah
Membius tatanan, me-reka hasrat kelindan
Pintal sesak langkah, untuk saling menjerat marwah
“Aku berpuisi...”, kata sebagian negeri
“Aku sedang berdendang lagu kasmaran...”, nyaring dari seberang
Rakyat tak mau lagi mendengar sejengahpun ucap bahasa
Semua hanyalah geguritan perang sangka!
Kembalilah kabilah
Anda dirindukan jiwa-jiwa
Oleh yang masih memendam iri
Untuk melihat kilauan sudut-sudut negeri
Kabilah,
Sungkurkan jidatmu!
Ada suara lirih di antara legam tanah dengan pucuk telinga
Hai, kabilah pengigau
Ini suara rantau
Yang acapkali luput dari sapa hati
Setiap kali negeri saling berbagi
Kabilah yang lahir atas nama kesuma bangsa
Masihkah tersimpan secuil pesan di saku celana anda?
Kertonegoro, 25 Januari 2015
Ilustrasi : martin-big.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H