Menurut saya sih unik melihat warna tulisan kompasianer beberapa hari belakangan ini. Bayangkan, pak Armand saja (maaf ya Pak saya sebut nama Bapak) harus tiga kali bersuara dalam tulisannya. Bisa dimaklumi jika beliau termasuk yang harus diserbu pesan sehingga harus menuangkan “harus diserbu pesan sehingga harus menuangkan “kejelasan” (yang ngga super tedjo, heheh...) dalam memandang drama versu-versusan itu.
Blog warga yang terkenal kandang pecinta dua jari ini dibuat pusing untuk menampilkan jati dirinya. Yah, jari berapa lagi yang pas untuk ditampakkan (agar tidak jadi “yang tidak jelas”). Jadilah Kompasiana seperti terlahir kembali! Peta yang sudah tampak di masa pilpres tak lagi berlaku. Yang dulu satu jari bisa tetap keukeuh di satunya atau malah riang dan ganas dalam bersuara. Yang dua jari, pecah! Yang lebur tiga jari sesuai ajakan presiden terpilih, limbung, bingung.
Ketika BG masih di DPR, suasana masih langsam saja. Yang satu jari dan yang anti dua jari hanya ancang-ancang untuk merangsek keluar dengan ciri khasnya. Muncullah akun-akun baru tanpa rupa. Yang dua jari masih berlagak konsis dengan “kecintaannya” dengan sesekali menyalahkan partai bahkan DPR yang dianggap bermain batman-batmanan. Yang tiga jari agak tampak elegan keberpihakannnya, menolak dengan konsep dasar karena “korupnya”.
Sebagian pelaku fiksi pun dehem-dehem, bahkan ada yang sudah batuk-batuk memuntahkan amarahnya. Agak angkat topi saya dengan teman-teman kompasianer fiksi ini yang lebih berpihak pada moralitas. Yeah... moralitas yang nampaknya sedang diperebutkan dalam konstelasi drama itu.
Hampir seminggu ini semua kalang kabut. Kompasianer berebut! Berebut save sesuai yang dilihatnya. Beruntun terlahir, #SAVEKPK, #SAYAKPK, #SAVEPolisi, #SAVEJokowi, dan yang paling gres adalah #SAVEIndonesia.
Saya dimana? Entahlah, bingung juga! Lha wong tokoh yang satu partai dengan penguasa saja sudah sebegitu beraninya memprediksi “Kini saatnya untuk meruntuhkan....”.
Beruntunglah saya, yang dulu memilih yang itu, tetapi tidak mau terjebak kemana-mana lagi untuk memilih di arena drama rasuah ini. Kecuali hanya tersenyum saja menikmati kalang-kabut itu sembari tak henti-hentinya berdoa, “Ya Rob, teman-teman saya lagi sengkarut, engkaulah pemilik hatinya. Satu yang ingin aku harap dari mereka, semoga mereka tetap menjadi kompasianer yang jelas!!!”. Amin
Salam Indonesia jernih!
Untuk kehebatan Kompasiana!
Kertonegoro, 27 Januari 2015
Catatan :
Syukurlah, meski belum reda betul tetapi suasana hiruk-pikuk ini sudah mulai menemui titik balik. Bentuk kedewasaan warga negeri!
Ilustrasi : meandbiologi.wordpress.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H