Hari Raya Idul Fitri kembali datang. Perayaan hari lebaran menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu umat Islam seluruh dunia. Berbagai tradisi pun dihadirkan sebagai rasa syukur serta bahagia, menantikan tibanya hari ini. Salah satu tradisi yang hingga kini masih populer ialah pemberian amplop Tunjangan Hari Raya atau THR.
Tradisi amplop Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan salah satu momen yang paling dinanti-nantikan, terutama di Indonesia. Momen ini tak hanya menjadi sarana untuk memberi, tetapi juga simbol kepedulian, kerja keras, dan penghargaan. Dalam amplop kecil ini terdapat lebih dari sekadar uang; ia menyimpan makna yang mendalam bagi penerima dan memberi.
Sebagai budaya yang telah berlangsung puluhan tahun di Indonesia, amplop THR telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan lebaran. Tradisi ini berasal dari nilai-nilai sosial, keagamaan, dan kesetaraan.
Asal muasal tradisi pemberian THR ini diawali di tahun 1950-an, terutama pada era Kabinet Soekiman Wirjosandjojo. Keuangan Indonesia dinilai cukup mumpuni masa itu. Oleh karena itu, Soekiman yang merupakan Perdana Menteri dari Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), menjanjikan terdorongnya kesejahteraan seluruh Pamong Pradja atau yang kita kenal dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sekarang. Setiap hari keagamaan, Soekiman mengatur kebijakan agar setiap Pamong Pradja diberikan uang pinjaman awal atau persekot. Uang pinjaman tersebut dikembalikan dengan sistem pemotongan gaji di bulan berikutnya.
Namun, peraturan ini menuai kontra dari para buruh dan karyawan swasta. Aksi mogok kerja pun terjadi di tanggal 13 Februari 1952. Isi dari aksi ini menuntut buruh juga diberlakukan pemberian THR. Permintaan ini hanya menjadi angin lalu oleh pemerintah. Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) yang masih terkait dengan PKI terus menggertak pemerintah agar mendengar suara buruh.
Tahun 1954, Menteri Perburuhan masa kepemimpinan Soekarno, akhirnya menetapkan kewajiban pemberian THR. Peraturan ini pun terus berkembang hingga detik ini. Kewajiban memberikan THR tercatat dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016. Dituliskan, pengusaha diwajibkan memberikan THR Keagamaan kepada pekerjanya.
Amplop THR tidak hanya sekadar memberi uang, tetapi juga menyiratkan kepedulian yang mendalam. Momen ini adalah kesempatan bagi pengusaha, perusahaan, atau individu untuk menunjukkan bahwa mereka memahami perjuangan orang lain, terutama di saat-saat spesial seperti lebaran.
Pentingnya tradisi amplop THR juga terletak pada kesetaraan yang diusungnya. Baik pekerja tetap, kontrak, maupun pekerja harian, semuanya memiliki hak yang sama untuk menerima tunjangan yang memadai. Inilah yang membuat amplop THR menjadi salah satu upaya memperkuat kesatuan dalam keragaman.
Di sisi ekonomi, amplop THR juga memiliki dampak yang signifikan. Sebagian besar penerima THR menggunakan uang tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, memperbaiki kondisi ekonomi keluarga, dan merencanakan masa depan yang lebih baik.
Penting untuk dicatat bahwa pemberian amplop THR juga dapat berdampak pada produktivitas kerja. Ketika karyawan merasa dihargai dan diperhatikan, motivasi untuk bekerja keras dan loyalitas terhadap perusahaan bisa meningkat.