Pembangunan sosial-ekonomi yang baik dan stabil merupakan salah satu kunci utama bagi suatu negara dalam mencapai kesejahteraan warga negaranya. Namun, selama satu dekade terakhir ini, negara-negara dunia sedang menghadapi tantangan global utama yaitu korupsi yang menjadi masalah bagi kehidupan ekonomi-sosial. Oleh karenanya, masyarakat internasional telah membahas permasalahan ini dan menyediakan instrumen internasional untuk mengatasi korupsi dalam United Convention Against Corruption (UNCAC).
Praktik korupsi saat ini sudah semakin kompleks terjadi, apalagi ditambah dengan modus operandi yang semakin canggih mengikut perkembangan zaman. Dalam menindaklanjutinya, tentu diperlukan jaringan kerjasama yang lebih kecil dan lebih informal untuk kolaborasi yang lebih baik dalam berbagai masalah terkait dalam semangat kerjasama yang menguntungkan dan saling membantu.
Kemudian, diwilayah Asia Tenggara dibentuklah ASEAN Parties Against Corruption (ASEAN-PAC) yang merupakan kerjasama regional antar negara dikawasan. ASEAN-PAC ini dibentuk oleh 4 negara yaitu Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura pada tanggal 15 Desember 2004 di Jakarta, Indonesia. Tujuannya adalah untuk memperkuat upaya kerjasama di kawasan Asia Tenggara dalam penanggulangan korupsi dan meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam mencegah dan memberantas korupsi.
Pada forum pertemuannya selama dua hari, Selasa-Rabu (30-31 Mei 2023) di Jakarta lalu, Kamboja menjadi Chairman atau Keketuaan ASEAN-PAC 2023 dan menggandeng Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan acara. Tema yang diangkat pada pertemuan kali ini adalah mengenai pendidikan anti-korupsi dan pencegahan korupsi berdasarkan usulan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.
Wakil Ketua Anti-Corruption Unit (ACU) Kamboja yaitu Yonn Sinat, mengatakan bahwa korupsi memiliki dampak negatif yang begitu serius baik bagi masyarakat maupun organisasi yang juga berdampak bagi pertumbuhan. Maka dari itu, dalam  pembukaan workshop kala itu, Yonn Sinat mengatakan bahwa inilah saatnya negara-negara di Asia Tenggara untuk saling bergandeng tangan bersama-sama dalam melawan musuh bersama ini. Dirinya juga berharap dengan diadakannya workshop ini negara-negara dikawasan bisa berbagi pengalaman yang nantinya bisa diterapkan dengan langkah baru di negaranya masing-masing.
Sebelumnya, pada tanggal 8 Maret 2023 lalu, Anti-Corruption Unit (ACU) Kamboja telah berkunjung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI di Jakarta, untuk menyepakati penguatan kerjasama pencegahan korupsi. Dalam kunjungan ini dari pihak ACU dihadiri oleh Vice President ACU of Kingdom of Cambodia, H.E Mr. Yonn Sinat, Deputy Director General of Operation ACU of Kingdom of Cambodia, Mrs. Ou Sitha dan Miss Ouk Chansopheata, Assistant ACU of Kingdom of Cambodia, H.E Dr. Orn Pannha and Mrs. Kem Sopheap. Kemudian dari pihak KPK turut hadir Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, Sekretaris Jenderal KPK Chaya H Harefa, Deputi Informasi dan Data KPK Mochamad Hadiyana.
ACU dalam kunjungannya mengikuti beberapa rangkaian kegiatan diantaranya mengenai budaya integritas dan pendidikan anti-korupsi, presentasi tentang pengaturan dan pengelolaan deklarasi asset (LHKPN), penyampaian mengenai kesuksesan KPK mengungkap TPPU lintas yuridiksi, presentasi manajemen barang rampasan dan barang sitaan, dan rapat koordinasi tentang penyelenggaraan ASEAN-PAC Workshop. Kunjungan ini menjadi momentum yang berharga dan sebagai kesempatan bagi kedua negara untuk memperat jalinan kerjasama bilateral.
Kedua belah pihak tentu saling mendukung adanya tindakan pencegahan korupsi, karena upaya pencegahan tidak kalah penting dengan upaya penindakan. Yonn Sinat pun menyambut baik komitmen dari dua instansi ini dan berharap dapat menjadi pelopor kerjasama otoritas pemberantasan korupsi negara lain. Dirinya juga menyampaikan tujuan kunjungan ACU ke KPK adalah untuk membangun kerjasama dalam pertukaran informasi dan pengalaman terkait upaya pencegahan dan penindakan korupsi.
Dalam kerjasama ACU (Kamboja) dan KPK (Indonesia), keduanya akan melakukan kerjasama dibidang pencegahan korupsi salah satunya melalui pendekatan strategi pendidikan korupsi. Kegiatannya adalah tukar menukar informasi terkait metode pendekeatan, dan praktik baik dalam pencegahan korupsi. Selain itu, kedua instansi tersebut juga sedang melakukan kerjasama di bidang peningkatan kapasitas baik secara kelembagaan maupun sumber daya manusia. Bentuk kegiatannya antara lain seperti penyelenggaraan seminar atau konferensi internasional, program pelatihan bersama, dan program magang di lembaga anti-korupsi negara lain.
Apabila melihat data dari statista.com, pada tahun 2022, Kamboja diketahui menduduki negara paling korup di kawasan Asia Tenggara, dengan skor indeks korupsi 24 dari 100. Kemudian, di Asia Pasifik, pada tahun 2021 lalu, Kamboja menempati urutan ketiga sebagai negara terkorup setelah Afghanistan dan Korea Utara. Pech Pisey, Direktur Eksekutif  Transparency International Cambodia, mengutarakan bahwa penempatan Kamboja sebagai negara terkorup tersebut disebabkan oleh peningkatan kemudahan berbisnis dan penurunan tindakan skala kecil yang sebagian besar terjadi di layanan penerbitan.
Melihat penempatan Kamboja sebagai negara terkorup di Asia Tenggara, Â kerjasama antara ACU dan KPK dalam pencegahan korupsi ini diharapkan dapat menggerakan sikap anti-korupsi bagi masyarakat luas. Sehingga, setiap tahunnya kasus korupsi dimasing-masing negara dapat menurun dan bagi oknum-oknum dapat tersadarkan akan tindakan yang sangat merugikan khalayak serta pembangunan ekonomi-sosial ini. Selain itu, adanya kerjasama bilateral Kamboja-Indonesia ini juga diharapkan dapat menjadi sebuah portal kerjasama bilateral atau multilateral lainnya dikawasan dalam konteks memberantas korupsi dunia.