Mohon tunggu...
Tiffani Meilia Sari
Tiffani Meilia Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dukungan Kamboja kepada Ukraina dalam Perang Rusia-Ukraina, Mengubah Netralitas Negara dalam Kebijakan Luar Negerinya

29 April 2023   05:00 Diperbarui: 29 April 2023   05:06 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina akhir-akhir ini telah merusak prinsip-prinsip dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam piagam PBB tepatnya, terdapat pasal yang telah dilanggar yang menyatakan bahwa “Konflik antar negara harus diselesaikan hanya dengan cara damai.” Kejadian ini tentu menjadi sorotan seluruh negara dunia dalam menyikapi tindakan Rusia yang menginvansi Ukraina.

Tidak hanya negara-negara besar yang berpengaruh saja yang merespon, mengambil sikap, ataupun menindaklanjuti perkara ini. Namun, negara-negara kecil di Asia Tenggara seperti Kamboja juga ikut aktif dalam perannya sebagai negara yang bergabung di PBB dan Organisasi Kawasan Asia Tenggara yaitu ASEAN.

Kamboja mengutuk Rusia atas invasi yang dilakukannya terhadap Ukraina. Hal ini menjadi bentuk respon Kamboja atas perilaku Rusia yang telah melanggar prinsip-prinsip kemanusian yang sudah disebutkan dalam piagam PBB. Tindakan invasi ini juga bertentangan dengan prinsip kebijakan luar negeri Kamboja yang menentang separatisme dan penggunaan kekuatan.

Kemudian, duta besar Rusia Anatoly Borovik, yang telah melakukan beberapa kali pertemuan dengan pejabat Kamboja, mencoba untuk mengingatkan kembali atas bantuan Rusia yang dahulu telah diberikan kepada Kamboja dengan men-tweet “Moskow-lah yang membantu Phnom Penh dalam periode tersulit dalam sejarahnya.” Apabila melihat dari konteks sejarah hubungan Rusia-Kamboja memang sudah terjalin sejak awal 1979, tepatnya saat penggulingan pemerintahan Red Khmer oleh invasi Vietnam. Namun, hubungan kedua negara ini dianggap sudah berbeda dengan di tahun 1980-an, terutama hubungan perekonomian negara keduanya yang saat itu rezim Phnom Penh terisolasi dan bertahan dengan politik Soviet.

Sikap menentang invasi Rusia yang diambil pemerintah Kamboja dan memberi dukungan kepada Ukraina menjadi suatu hal yang mengagetkan bagi beberapa pihak. Sebab adanya ikatan sejarah itu tadi dengan negara Rusia dan hubungan diplomatik yang masih berjalan antara keduanya. Terlebih lagi, Kamboja-Ukraina hampir tidak memiliki hubungan diplomatik sebelum terjadinya perang, sehingga sikap ini cukup mengejutkan publik yang mengira Kamboja akan bertindak netral atas kejadian ini.

Kamboja melakukan beberapa dukunganya terhadap Ukraina baik dukungan sikap dan material. Salah satunya, Kamboja ikut mensponsori dan mendukung resolusi PBB yang menuntut perlindungan warga sipil dan membuka akses bantuan kemanusiaan di Ukraina. Selain itu juga, pada saat awal November 2022, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen melakukan percakapan lewat telepon dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, yang dimana dirinya berjanji untuk mengirimkan ahli ranjau Kamboja dengan maksud membantu menghilangkan ranjau darat yang dipasang pasukan Rusia.

Kemudian, sebagai ketua bergilir ASEAN, Kamboja mengeluarkan pernyataannya yang prihatin atas situasi yang terjadi di Ukraina dan mendesak kedua belah pihak untuk menyelasikan konflik secara damai. Hun Sen juga berjanji untuk mendukung Ukraina menjadi mitra dialog sektoral dengan ASEAN. Dengan itu, kemitraan dialog menjadi selangkah lebih dekat menuju target penuhnya.

ASEAN bagi Kamboja dipandang sebagai instrumen yang penting  dalam membantu perlindungan kepentingannya dan juga sebagai penggerak negara untuk memproyeksikan pandangannya di kancah internasional. Sepanjang kepemimpinannya, Kamboja melakukan upaya keikutsertaan dengan kekuatan besar dan menengah sekaligus memperkuat peran ASEAN di area internasional. Dengan kegigihan dan niat baik Kamboja tersebut dalam mendorong ASEAN untuk bisa lebih maju dan dipandang masyarakat dunia itu menunjukan bahwa Kamboja benar-benar memperhatikan konflik yang sedang terjadi antara Rusia-Ukraina saat ini.

Dalam menentang invasi Rusia, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen menyebutkan bahwa prinsip dan sejarah menjadi dasar atas sikap yang telah diambil pemerintahannya. Dirinya menentang perang dan mengatakan “Kami mengejar kebijakan luarn negeri berdasarkan hukum dan Piagam PBB. Kami tidak mengejar kebijakan luar negeri berdasarkan kekuatan.” Selain itu beberapa alasan utama dalam sudut pandangan Hun Sen juga menjadi pertimbangan diambilnya sikap menentang tindakan Rusia tersebut.

Selain karena pelanggaran hukum dan prinsip Piagam PBB, Hun Sen menentang invasi Rusia juga karena konsekuensi ekonominya yang parah. Kamboja dan negara-negara Asia Tenggara lainnya khawatir akan kenaikan harga pangan dan energi yang pemasoknya dipegang oleh kedua negara berkonflik. Sehingga, hal tersebut mendorong negara-negara untuk mengambil sikap dengan merespon konflik Rusia-Ukraina ini secara baik dan tepat.

Kamboja sendiri dalam kebijakan luar negerinya menganut prinsip netralitas permanen dan “non-alignment” serta hidup berdampingan secara damai dengan negara tetangga dan seluruh negara di dunia. Akan tetapi, pada akhir Maret 2022 lalu, Hun Sen mengatakan bahwa operasi militer Kremlin di Ukraina merupakan sebuah tindakan agresi dan Kamboja tidak bisa tetap netral akan hal tersebut. Dirinya mempertanyakan kemampuan Rusia untuk mengalahkan Ukraina dalam perang dan mengatakan Kamboja terbuka untuk menerima pengungsi dari Ukraina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun