Well, setelah lulus dari kuliah, tujuan saya adalah bekerja. Bekerja apa? Dengan lulusuan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, jurusan Hubungan Internasional, maunya di BUMN. Tapi semua memang butuh proses. Saat ini dipikiran saya adalah bagaimana caranya mendapatkan uang unlimited bisa mendapat gaji samapi 2 digit. Perusahaan apa yg mau menggaji fresh graduated dengan gaji 2 digit?! Hanya sebagai marketing yg uangnya tidak terhingga. Tapi dengan semua itu, ada harga yg harus kita bayar.
Akhirnya, jadilah saya seorang telemarketer, datang kekantor, duduk manis, menghubungi nasabah, dan mulai presentasi pada program yang ditawarkan. Susah? Tidak juga. Mudah? Juga tidak.
Marketing memang butuh mental, achieve terhadap target, tapi itu semua seharusnya bukan masalah, karena leader-leader selalu full support. Mau berapa uang yang akan kita terima sebagai gaji kita?! Itu kita yang menentukan sendiri. Down and up memang sering terjadi, tapi berkaca pada senior yang mendapat gaji dalam sebulan kurang lebih 38juta, siapa yang tidak tergiur. Dia saja bisa, kenapa kita tidak?!
Mulailah saya setiap harinya berteman pada gagang telepon dan layar computer. Menghubungi nasabah sebuah Bank Bisnis Partner sebagai pemegang utama ‘kartu hutang’ dan menawarkan program. Ada yang menyebalkan, ada yang menggelikan.
TM: ‘halo, selamat pagi, dengan *sensor* dari *sensor* bisa minta waktunya?’ Customer bilang ‘saya lagi dijalan mbak’. padahal terdengar kukuruyuk ayam. Jelas sekali berbohong.
Kata-kata yang sering didengar setiap hari adalah saya sedang meeting, di jalan, makan, istirahat, di kamar mandi, sibuk, kerja, dll.
Tapi itu masih mending, ada juga nasabah yang kita sudah berbusa menjelaskan tapi ditengah-tengah mereka menutup telepon. Sopankah itu? Jawabannya adalah sangat tidak sopan. Etika bertelepon adalah siapa yang menghubungi, makan orang yang menghubungi itu yang berhak menutup telepon terlebih dahulu.
Ada juga yang berpura-pura tidak mendengar. Mereka terus-terusan bilang halo halo halo, suara putus-putus mbak, saya gak denger’. -___________-“
Ada lagi yang baru greeting, tapi mereka bilang ‘saya tidak tertarik mbak’. Padahal belum menjelaskan apa-apa, program yang mau ditawarkan saja belum di sounding.
Ada juga yang sangat tidak sopan, dengan mengeluarkan kata-kata binatang yang bilang kalo ini penipuan, lalu telepon ditutup sepihak. Padahal belum menjelaskan apa-apa dan belum klarifikasi kalau ini program resmi. Heloooo, punya ‘kartu hutang’ aja kok bangga.
Di media online, di media cetak banyak yang mengeluarkan tulisan ‘1001 cara menolak telemarketing’. Tapi kami pun mempunyai 1002 cara untuk menghandle itu. Padahal dengan mempersilahkan kami presentasi, terkait tertarik atau tidaknya, setelah itu kami tidak akan menghubungi kembali. So, case closed.
Bapak dan ibu sebagai pemegang utama ‘kartu hutang’ dimohon pengertiannya, namanya juga penawaran, hak kalian boleh diambil atau ditolak, setidaknya dengarkan dahulu karena itu adalah tugas kami untuk menjelaskan, hasil akhir kami kembalikan kepada nasabah. Tidak usah berbohong, tidak usah berpura-pura, tidak usah marah-marah bahkan sampai tidak sopan. Ini adalah pekerjaan kami, halal bukan?!
Tien Chi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H