<!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} /* List Definitions */ @list l0 {mso-list-id:185143315; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:1215177314 859473098 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l0:level1 {mso-level-tab-stop:.5in; mso-level-number-position:left; text-indent:-.25in;} @list l1 {mso-list-id:1870070910; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:-625840578 605858288 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l1:level1 {mso-level-tab-stop:.75in; mso-level-number-position:left; margin-left:.75in; text-indent:-.25in;} ol {margin-bottom:0in;} ul {margin-bottom:0in;} -->
Kuntulan adalah salah satu bentuk seni pertunjukkan yang berkembang di beberapa daerah di pulau Jawa. Magelang, Tegal, Banyuwangi, dan beberapa daerah lainnya. Di beberapa daerah masih mempertahankannya sampai sekarang,seperti di desa pegirikan, Kab. Tegal. Kuntulan sendiri adalah salah satu seni tradisional yang merupakan penggabungan seni bela diri dan seni tari. Kuntulan di Pegirikan, pada awalnya sekitar tahun 1942 merupakan kumpulan pengajian (jamiahan), sebagai selingan mengaji, mereka bermain rebana dengan lagu-lagu sholawat dari kitab barzanji, dengan iringan alat musik rebana atau terbang kencer, yang mereka lakukan di sekitar mushola/mesjid. Makin lama kegiatan ini dipadukan dengan gerak-gerak badan/ menari. Mereka mengambil gerakan dari gerak-gerak seni bela diri pencak silat. Kegiatan ini dilakukan, disamping untuk mengisi waktu setelah pengajian, mereka melakukannya untuk mempelajari bela diri untuk mengelabuhi musuh. Mereka melakukannya, agar penjajah menganggap mereka sedang berkesenian, tanpa disadari mereka sebenarnya sedang belajar seni bala diri. Sehingga kesenian ini berkembang di daerah sekitar musholla atau masjid-masjid, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, khususnya di pesantren-pesantren.
Disebut kuntulan karena pakaian yang mereka pakai berwarna putih-putih, seperti burung kuntul, burung yang berwarna putih, banyak ditemui di sawah-sawah. Umumnya kuntulan dilakukan oleh kaum laki-laki. Pada awalnya kuntulan di daerah ini dimainkan oleh orang tua/bapak-bapak. Kemudian, karena regenerasi, kuntulan ini dilakukan oleh para remaja yang tergabung dalam remaja masjid. Anggota kuntulan ini tidak hanya didominasi oleh kaum laki-laki, tetapi juga para remaja putri tergabung dalam kuntulan ini. Namun oleh karena sesuatu hal, kuntulan remaja inipun akhirnya bubar. Pemuda-pemuda banyak yang bekerja atau sekolah di luar kota, sehingga otomatis kegiatan berhenti. Oleh para mantan pemain kuntulan, kemudian membentuk grup baru yang beranggotakan anak-anak. Ini salah satu upaya pelestarian kesenian tradisional kuntulan. Mereka beranggapan bahwa anak-anak adalah asset daerah, sehingga jalan mereka masih panjang untuk tetap mempertahankan keberadaan kesenian ini. Biasanya, kuntulan dipentaskan pada malam hari, tetapi tidak menutup kemungkinan mereka pentas pada siang hari.
Selain menjadikan anak-anak sebagai pemain, kelompok kuntulan ini juga dibuat berbeda dengan kuntulan-kuntulan terdahulu. Ini juga merupakan upaya pelestarian dengan cara mengembangkannya. Yakni mereka membuat gerakan lebih bervariasi. Pada saat pementasan, mereka menambahkan beberapa atraksi agar penonton tidak merasa jenuh. Kelompok kuntulan ini menambahkan beberapa atraksi antara lain :
1.Pemain Barongan
2.Pemain atraksi api obar-abir
3.Pemain api obor sembur
4.Pembawa spanduk
atraksi-atraksi tambahan
(Barongan, singa-singaan, grandong, bulus-bulusan, api obar-abir)
Atraksi tambahan inilah yang membuat pementasan Kuntulan menjadi lebih semarak sehingga digemari oleh segenap lapisan masyarakat terutama di daerah tersebut. Semoga kesenian tradisional ini tetap lestari dan berkembang tanpa meninggalkan cirri khasnya. Intinya, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mempertahankan keberadaan kesenian Kuntulan ini, diantaranya :
- Menjadikan anak-anak sebagai pemain Kuntulan
- Dalam penyajiannya, gerak-gerak dalam Kuntulan dibuat lebih atraktif
- Adanya penambahan atraksi dalam setiap penampilan yang meriah
Tidak hanya Kuntulan, masih banyak kesenian tradisional lainnya yang harus kita pertahankan keberadaanya, serta dikemas sedemikian rupa agar tetap dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang.
(terima kasih bagi seniman-seniman seni tradisional yang masih mempertahankan seni tradisional tanah air)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI