Malam beganti malam hanya beberapa buku yang habis ku baca, hanya beberapa film yang selesai ku tonton, aku lupakan menulis, aku lupakan soal-soal toefl yang harus aku bahas. Selebihnya aku menjahili Riza, bayi berumur 3 tahun. Baru kali ini aku akrab dengan seorang bayi, sebenarnya bukan akrab.Â
Setidaknya aku tertarik memukul pantatnya, mengucek-ngucek rambutnya, tapi aku tidak tertarik mencubit pipinya. Mencubit atau dicubit pipinya adalah hal konyol, ntah alasan apa aku katakan tidak tertarik. Biasanya sepasang kekasih beradu mesra sambil cubit-cubitan.Â
Anak bungsu nenekku juga beradu geram sampai gigi atas dan bawahnya bertemu lalu mengatakan iiiiiiiii ketika menyubit pipiku, aku ingat waktu itu aku masih SD. Mereka pikir ini ekspresi menyalurkan kegemasan. Konyol sekali bukan?
Aku menikmati hari-hari yang mereka anggap membosankan. Terpikir pula olehku, bagaimana bisa aku membuat pertemanan yang tidak membosankan ketika kenikmatanku saja dianggap membosankan oleh mereka? Aku beritahu, aku bisa menjadi teman ngobrol yang memberimu candu sampai lupa waktu.Â
Hanya dengan dua syarat, kita harus berdua memertemukan mataku dan matamu saling memerhatikan komat-kamit bibir. Satu lagi, percakapan yang dalam. Tidak mengerti maksudku bukan merupakan kesalahanmu. Ah kepercayaan diriku terlalu melambung tinggi. Tetap saja penilaian bukan olehku.
Padangsidimpuan, 14 Juli 2019
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI