Selasa, 26 agustus 2014
Berangkat lumayan pagi ke sekolah dengan membawa bekal sarapan tiwul goreng yang cukup banyak berharap untuk sarapan bareng kawan di sekolah. Tak begitu semangat sebenarnya hari ini ke sekolah, jadwal mengajar dua jam pertama dan dua jam terakhir, kalau saja tidak mengajar x mia1 rasanya malas ke sekolah karena ada tertera jadwal kelas XII ipa1.kenapa? Something wrong with this class. Sesampainya di meja kerja ku buka laptop, untuk membuat bahan ajar untuk mengajar kelas X mia1, teringat jurnal guru yang baru kemarin aku dapatkan formatnya akhirnya kutunda sejenak membuat powerpoint untuk kelas X. Klik microsoftword, kupencet satu tuts tuts laptopku memulai membuat kop, tabel, mengisi tabel, menulis penutup, lanjut dengan merapihkan lay out. Belum selesai pekerjaanku dua siswaku sudah berdiri dihadapanku, meminta maaf dan menjemputku untuk mengajar kembali di kelasnya, Namun hatiku masih belum bisa menerima. Riki dan Anis mewakili teman sekelas, meminta maaf atas kejadian kemarin, menceritakan kesalahan mereka dan meminta maaf, namun........" maaf, ibu belum bisa" Â hanya kalimat itu yang keluar dari bibirku disela isak tangis dan sesaknya dadaku. Terbayang kejadian beberapa hari yang lalu, aku mengajar dengan jadwal 3 jam, ada tugas mendesak (rekap daftar siswa miskin) yang harus diselesaikan hari itu juga, aku sempatkan msuk dan menerangkan sedikit tentang materi integral substitusi, dengan sebuah contoh, begitu berikan sedikit umpan balik dan mereka menjawab sedikit paham, aku pamit untuk ke kntor melanjutkan pekerjaanku, tak lupa berpesan "lanjutkan dengan mengerjakan latihan soal, boleh diskusi, nnti kita bhas kesulitan dan kendala yang klian temukan".
Aku berjalan menuju kantor, duduk menghadap laptop dan melanjutkan pekerjaanku. Tak berapa lama kulihat banyak siswa masuk ruang TU dan ada juga yang mengobrol di "lobby". Sadar mereka siswa XII Ipa1, maka ku dekati dan kusapa "kok pada di sini, nhapain". Pertanyaan itu bahkan kuulangi sampai dua kali, dan jawaban mereka "ga papa". Dan asyik melanjutkan perbincangan cukup lama, entah apa yang mereka diskusikan. Balik ke meja kerja berpapasan dengan beberpa anak XII Ipa1 lagi, dengan santainya jalan dari kantin menenteng makanan kecil dan minuman ringan (padahal belum istirahat). Astaghfirullohaladzim...... what happen with me, ada apa dengan mereka, kenapa begini. Dalam hati pasti mereka tak menyentuh bukunya apalagi mengerjakan yang aku pesankan.
Bel istirahat berbunyi, tambah sesak dadaku mendengar salah seorang guru mengatakan melihat anak main gitar dan menyanyi2 di kelas "itu". Oh My God.....
Alhamdulilah pekerjaanku selesai juga, kuambil wudhu dan bergegas sholat dzuhur, sempat kulihat beberapa siswa kelas tsb melaksanakan sholat dzuhur (diakhir waktu istirahat bahkan sedikit terlambat). Selesai sholat, aku masuk kelas, mungkin mukaku sudah tak sedap dipandang siswa, aku menyuruh siswa mngumpulkan hasil pekerjaannya (untuk mengecek apa yang mereka kerjakan). Menunggu.... Kutunggu...... tak ada siswa yang beranjak. Kubereskan buku dan perlengkapan mengajar, aku bangun dari kursiku, sambil berjalan keluar, lantang kukatakan "jangan pernah panggil ibu untuk mengajar kalian".
Aku dekat sekali sebenarnya dengan mereka, karena mayoritas mereka siswa kelas XA dimana dua tahun yang lalu aku sebagai walikelasnya, hampir tak ada masalah, baik disiplin sekolah ataupun hal hal yang lain, kecuali bayaran sekolah yang sering terlambat. Rasa hormat terhadap guru mereka juga bagus.... itu dulu, Aku berpikir keras menemukan jawaban "mengapa mereka jdi begini????"
Ini kali kedua Riki (ketua kelas) menghadap meminta maaf dan menjemputku (untuk mengajar) walaupun kemarin sudah aku berikan solusi untuk menghadap waka kurikulum untuk meminta ganti guru, tapi tetep kekeh dan bersikeras agar aku mau mengajar. Kali ini ditemani Anis yang menceritakan bahwa mereka mengurus masalah dengan salah seorang guru pada waktu itu, meminta maaf atas kesalahannya dan mewakili teman2nya.
Aku bukan tak mau mengajar mereka, Aku tak marah lagi pada kalian, Aku kecewa, sangat kecewa dan putus asa.
Ibu gagal mendidik kalian dalam hal akhlak, padahal Ibu juga belum berhasil memintarkan kalian menakhlukkan soal_soal matematika, Ibu tak berharap banyak kalian pandai matematika, ibu lebih berharap Akhlak kalian lebih baik, lebih bagus tidak hanya teori tapi juga bisa mempraktekkannya karenalah bekal hidup kalian yang sesungguhnya. Bukan nilai matematika yang 8, 9, atau bahkan 10, Itu hanya 1 diantara 100 dari kalian yang akan benar2 menggunakan nilai matematikamu di raport/ijazah.
Semoga ini bisa menjadi pelajaran (shock terapy) untuk kalian, untuk menjadikan kalian sebagai siswa yang taqwa, cerdas, dan berbudi pekerti mulia.
Maafkan ketidaksempurnaan Ibu
Big Hug to XII Ipa1......