Maret ini mungkin bulan yang agak berat bagi bangsa Indonesia. Pertama, mungkin soal batalnya Indoensia menjadi tuan rumah piala dunia U-20 dan berganti ke Argentina. Meski alasan yang disampaiakn adalah karena penolakan tim Israel namun sejatinya FIFA hanya ingin memastikan pertandingan itu harus dilakukan dengan lingkungan dan atmosfer yang kondusif.
Fifa tidak akan membiarkan semisal tragedy Kanjuruhan terjadi lagi saat piala dunia yunior itu berlangsung di Jakarta. Olahraga membutuhkan suasana tanpa permusuhan alias damai tanpa ada campur tangan politik dan sebagainya. Karena itu mungkin ini jalan terbaik bagi kita meski adalah sesuatu yang sangat sulit.
Hal kedua adalah, peristiwa penutupan patung Bunda Maria di daerah Kulon Progo. Patung Bunda maria yang sebenarnya di area privat itu (di halaman sebuah rumah doa) dianggap oleh beberapa orang mengganggu kekhusyukan orang berpuasa. Apalagi lokasi rumah do aitu sangat dekat dengan masjid al Barokah. Pihak yang keberatan itu menurut beberapa sumber adalah anggota partai Islam
Meski fakta-fakta yang saya tulis di atas adalah kebenarannya ( memang benar terjadi) namun fakta itu kemudian dibantah oleh pihak kepolisian. Lebih jauh pihak kepolisian meminta sang pemilik rumah doa untuk menutup patung tersebut dengan terpal. Ini sesuai dengan keinginan beberapa pihak.
Buntut dari kejadian ini adalah Kapolres Kulonprogo  yaitu AKBP Muharomah Fajarini akhirnya dicopot dari jabatannya. Fajarini kini menjadi Pamen Polda DIY. Â
Banyak orang tak sadar bahwa persoalan ini adalah soal intoleransi massa. Intoleransi massa ini sering menampilkan kekhawatiran berlebihan dari mayoritas kepada minoritas. Konyolnya pihak-pihak yang seharusnya bertindak netral seperti aparat atau kepala daerah sebagai penyelenggara negara sering bertindak tidak netral.
Ketidaknetralan itu seringditunjukkan dengan mengakomodir keinginan ormas atau pihak tertentu . Keinginan itu seringkali bersifat intoleran, seperti kaum minoritas maupun kelompok lain yang dianggap kecil dan tidak sama dengan mayoritas.
Persoalan pembatalan Piala dunia tingkat yunior juga kurang lebih sama. Orang kita terlalu melihat segala sesuatunya secara politis. Baik sepakbola, baik seni dan sebagainya.
Saat Ramadan seperti ini seharusnya kita bisa membumikan nilai Islam yang rahmatan lil alamin. Kita akan selalu diuji dengan berbagai persoalan dan membutuhkan kebijaksaan dalam menyikapi keragaman. Karena bagaimanapun negara kita punya keragaman yang sangat kompleks.