Â
   JAKARTA - Pemandangan anak-anak yang bermain layang-layang, kelereng atau petak umpet di sore hari sudah jarang djumpai di sekeliling kita. Yang ada hanyalah sekumpulan anak yang duduk berdekatan tanpa berinteraksi sama sekali, pandangan mereka terpaku pada benda tipis di genggamannya. Bahkan saat anak-anak berada di samping orang tuanya, benda-benda itu senantiasa tetap menghiasi tangan mereka. Entah sedang mengakses internet, game atau menonton video.
Ponsel pintar yang semula diciptakan untuk mempermudah manusia kini semakin digandrungi orang-orang, bahkan nyaris memperbudak penggunanya. Celakanya, penggunanya bukan hanya dari kalangan orang dewasa yang memang membutuhkannya. Anak-anak di bawah umur pun kini sudah pandai mengoperasikan gadgetnya masing-masing.
Namun tentunya penggunaan gadget ini bagai pisau bermata dua, dalam artian memiliki dampak positif dan negatif. Lantas bagaimana pandangan seorang psikolog mengenai hal ini?
   "Sudah sangat tidak wajar dan dalam kondisi darurat. Mirisnya, rata-rata dari mereka justru difasilitasi oleh orang tuanya dengan dalih agar tidak rewel" ujar Yuni Rustiani, seorang Psikolog saat ditanya mengenai pendapatnya tentang sejauh apa fenomena anak gadget di indonesia.
Menurut Yuni, setidaknya anak harus berusia minimal 15 tahun untuk mempunyai gadgetnya sendiri. Itupun tetap dalam pengawasan orang tua, mengingat banyaknya konten berbahaya yang mudah terakses.
    Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi saat ini penggunaan teknologi sangat penting. Namun Yuni memaparkan bahwa bagi anak usia dini, orang tua harus bisa membatasi kapan dan berapa lamanya durasi anak dalam bermain gadget, konten apa saja yang diakses serta membuat kesepakatan jika anak melanggar dengan pemberian reward dan punishment agar anak tetap dalam kondisi wajar dan tidak addict terhadap gadget.
Pilihlah konten baik dan bersifat edukatif, tanpa ada unsur kekerasan, penyimpangan atau seksual di dalamnya. Selain itu, tentu saja orang tua harus lebih luas pengetahuannya dari pada anak.
   Jika anak sudah kecanduan gadget sejak dini, sangatlah berisiko terjadinya penurunan motivasi belajar serta fokus terhadap tugas utama seperti belajar dan sekolah hingga berdampak pada nilai rendah bahkan insomnia, penurunan nafsu makan, kurang bersosialisasi di lingkungan nyata sekitar, dan yang terparah adalah timbulnya agresifitas juga penurunan konsentrasi pikiran.
    Setelah melakukan wawancara dengan beberapa orang tua yang membiarkan anaknya bermain gadget, diketahui bahwa alasan mereka tak lain ialah guna mengenalkan teknologi sejak dini pada anak sang anak. Ada pula orang tua yang mengaku bahwa sang anak akan menangis atau mengamuk ketika tak diberi gadget. Menanggapi hal ini, Psikolog lulusan salah satu Universitas di Depok tersebut menyarankan agar bersikaplah tergantung pada usia anak. Jika usia anak di atas lima tahun maka biarkan dulu menangis, setelah reda kita perlu mengajaknya bicara dengan komunikasi yang santai terpola antara orangtua dan anak.
Jika masih balita, maka bisa dialihkan secara perlahan. Orang tua harus paham bagaimana karakter anaknya sehingga bisa dengan mudah mengalihkan pada mainan lain yang lebih aman. Selalu buatlah kesepakatan tentang durasi waktu bermain gadget bagi anak usia dini.