Banyak yang bilang menulis itu susah. Orang cerewet yang bisa ngobrol panjang lebar, belum tentu bisa nulis. Seorang orator yang biasa bicara di depan publik belum tentu sanggup menulis sendiri biografinya.
Seringkali, ide sudah dapat, semangat sudah membara, tapi begitu sampai di depan komputer, lima menit, sepuluh menit, sampai satu jam kemudian, tidak satupun kata muncul di layar monitor.
Untuk sesuatu yang sesusah ini, sepertinya kita harus betul-betul dipaksa untuk mulai menulis. Apa paksaan yang paling mudah? Motivasi. Kalau kita sudah menemukan motivasi yang benar, saya yakin apapun akan bisa kita lakukan, termasuk menulis.
Menulis sebagai Sedekah yang Murah
Dari pengalaman pribadi, jujur saya sendiri tidak pandai menulis. Sampai sekarangpun. Saya suka ngobrol panjang, sharing bareng teman tentang apapun. Tapi ketika disuruh menulis, sama seperti yang lain, saya pun enggan. Untuk mulai saja susah. Saat sudah di depan laptop, ada saja alasan untuk menunda. Ingin ke toilet lah, harus gunting kuku lah, isi logistik dulu biar bisa mikir, dan berjuta alasan lainnya.
Tapi saya sadar, sebagai manusia, saya ingin berbagi sesuatu yang berharga dengan orang lain. Saya bukan orang kaya yang bisa menyumbang harta. Suara saya tak seindah Lady Gaga, jadi membahagiakan orang lain dengan menyanyi pun bukan solusinya. Saya terus berfikir. Sebagai manusia pasti saya punya sesuatu yang bisa saya berikan untuk sesama.
Akhirnya, saya mulai menulis tentang apapun yang saya tahu. Sekecil apapun itu, saya yakin pasti akan berguna bagi orang yang membutuhkan. Seperti beberapa waktu yang lalu, saya ingin tahu judul lagu yang benar Bagimu Negeri atau Padamu Negeri. Ternyata, untuk hal sesimpel itu, ada juga yang menuliskannya dalam blog. Dan ternyata bermanfaat untuk saya.
Jadi, saya mulai menulis tentang topik apapun. Naskah MC pun ternyata bisa berguna bagi beberapa teman yang belum pernah menjadi MC. Saya tidak ambil pusing orang akan suka dengan tulisan saya atau tidak karena bukan itu tujuannya. Saya rasa Plato menjadi filsuf juga bukan karena ingin tenar sampai berabad-abad setelah kematiannya. Yang paling penting saya bisa berbagi, saya bisa bersedekah dengan cara yang murah karena hanya itu yang saya miliki.
Orang Jawa bilang urip sejatine gawe urup. Hidup seharusnya membawa terang dan memberi manfaat bagi sesama. Ide dan pengetahuan yang kita miliki bisa dengan egois kita simpan sendiri. Tapi, apakah seperti itu kita ingin dikenang? Tentu pilihannya kembali pada diri kita masing-masing. Itu tadi motivasi menulis saya. Silahkan cari sendiri motivasi menulis Anda. Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H