Mohon tunggu...
Tias  Anggraini
Tias Anggraini Mohon Tunggu... Lainnya - Aku Kamu dan Dia

Berkarya tebarkan Inspirasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apa Sih yang Kamu Rasain ?

21 Desember 2021   10:02 Diperbarui: 21 Desember 2021   10:09 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Social Awareness (Kesadaran Sosial ) merupakan kemampuan seseorang untuk mengenali emosi orang lain. Kesadaran sosial, melibatkan pemahaman bagaimana emosi tersebut dapat mempengaruhi situasi sosial juga melibatkan pengambilan sudut pandang orang lain. Penting bagi seseorang untuk dapat memahami pikiran dan perasaan orang lain dan mengapa mereka mungkin  merasa seperti itu. Akhirnya, kesadaran sosial melibatkan kemampuan untuk membaca atau memahami situasi sosial atau isyarat ini. Mampu memahami dan menafsirkan apa yang terjadi dalam lingkungan sosial. 

Jika kita dapat simpulkan bahwasannya kesadaran sosial itu pada dasarnya mencakup dua hal utama empati dan keragaman empati. Mari kita mencoba untuk melihat di luar sana atau gak usah terlalu jauh di lingkungan keluarga saja. Bagaimana sikap kita terhadap orang lain ketika dilanda kesusahan ? Seseorang membutuhkan pertolongan kita, tetapi kita tidak peka dengan apa yang mereka rasakan. Contoh yang lain, ketika kita belajar online semua murid menutup kameranya kecuali guru. Jika kita bertanya-tanya dalam pikiran, " Guru ini pasti bingung kenapa kita menutup kamera ?" mungkin guru yang baik akan berfikir, "Oh, mungkin jaringnnya lemah," jika guru yang tegas pasti akan berprasangka," Pasti ada yang ketiduran atau masih belum mandi, pertanda jika muridnya belum siap mengikuti kelas." Apa yang harus kita lakukan sebagai murid ? seharusnya kita paham, ketika guru menjelaskan sikap kita memperhatikan, mencatat, dan mendengarkan secara seksama. Sehingga guru akan merasa diperhatikan oleh muridnya, tidak berbicara sendiri ketika menerangkan. 

Ada peristiwa penting yang membuat saya terharu. Pada saat saya belajar mengajar disalah satu TK, jumlah murid di sekolah tersebut tidak terlalu banyak seperti di sekolah lain. Suatu ketika, jam istirahat berbunyi anak-anak mengambil bekalnya masing-masing di dalam tas. Ada yang membawa nasi berserta lauk pauk dan ada yang membawa kue ringan. Saya melihat ada satu murid yang belum bernajak dari kursi untuk mengambil bekalnya. Saya mencoba bertanya kepada anak tersebut, "Nak, dimana bekal mu ?" dia hanya menjawab, " Saya tidak membawa, Bu."  Melihat kejadian tersebut, saya berinisiatif mengambil minuman di dapur sekolah. Waktu itu yang tersedia hanya segelas air teh tak ada cemilan apapun. TK tersebut memang tidak menyediakan koprasi untuk muridnya, sehingga semua murid diperkenankan membawa bekal dari rumah. Setelah saya memberikan minuman kepada anak  tersebut,  saya melihat ada salah satu murid yang memamerkan banyak jajan di tasnya. Saya mencoba mebujuknya agar mau berbagi dengan temannya yang lain.

"Wah, MasyaAllah. Jajannya banyak sekali, Nak. Ada coklat, susu, wafer, makanan ringan. Nak, mau gak kamu berbagi makanan dengan teman kamu yang tidak membawa kue ? Teman mu juga mau makan." Anak tersebut hanya terdiam merenung sejenak. Hingga kakinya tergerak berjalan menuju teman yang belum membawa kue tersebut. Sambil menggenggam 2 butir coklat dengan senang hati ia memberikan. Sampai sini saya melihat keindahan bagaimana seorang anak mampu berempati dengan temannya sendiri. Jarang sekali saya melihat seorang anak yang mau berbagi. Terkadang anak itu cenderung gengsi dan pelit dengan temannya sendiri. Tak lupa saya memberikan arahan untuk mengucapkan terimakasih ketika anak tersebut diberikan sesuatu oleh temannya. Selain itu,  masih banyak lagi kejadian-kejadian menarik  lainnya. 

Jadi sebagai pendidik, jika kita benar-benar mengajarkan itu di sekolah, apa artinya itu? Kamu bisa memulainya dengan temanmu, lho, apa yang sedang kamu pikirkan saat ini? kamu dapat melakukannya dengan berbagai cara. Guru harus  sangat kreatif dalam berkomunikasi dengan muridnya agar hati anak tergerak berempati kepada orang lain. Selain itu guru dapat melakukannya dengan memberikan edukasi kesadaran sosial untuk anak melalui buku cerita dengan karakter berbagai watak tokoh, dan setelah itu mengaka anak untuk mari kita bicara tentang karakter ini. Apa yang dia rasakan? Apa yang mungkin dia lakukan? Bagaimana perasaan kamu dalam situasi itu? kamu sebenarnya dapat memainkan peran sebagai anak yang lebih besar, kamu tahu, berbicara tentang sesuatu yang kamu alami. Bicara tentang bagaimana perasaan kau. Menurutmu bagaimana perasaannya? Menurutmu bagaimana perasaannya? Jadikan itu bagian dari percakapan yang berkelanjutan dan ini tidak harus menjadi pelajaran sosial, emosional yang terpisah, bisa berupa sejarah, bahasa Inggris, bahkan matematika. Kamu bisa sebut saja. Selalu ada cara untuk membicarakan perasaan dan pemikiran orang lain.

Saya yakin, sebagian orang tua sudah menerapkan hal ini kepada anak. Namun, ada sebagian anak  yang unik. Anak tersebut seringkali mengejek temannya yang berbeda RAS. Contohnya, ada anak  yang sukanya membully temannya yang asli dari Papua. Dia seringkali mengejek caranya dia berbicara, menertawakan fisiknya, bahkan menjadikan lelucon gaya berdoanya. Sebagai orang dewasa, kita harus menasehati dengan cara bijak. Memberikan pengertian, bahwasannya kalau kamu jadi dia. Dia pasti akan merasa sedih dan merasa tersindir. 

Bagaimana jika kamu melihat ekspresi wajah dan mencoba membedakan antara seseorang yang merasa sedih dan seseorang yang sedang marah karena kamu dapat membayangkan jika kamu salah mengartikan sinyal bahwa kamu mungkin berinteraksi secara tidak tepat.  Sehingga dapat menyebabkan konflik tambahan di mana seseorang mungkin sedih dan membutuhkan pelukan sebagai lawan dari seseorang yang marah dan membutuhkan ruang. Kamu ingin dapat membedakan antara itu, um, dan benar-benar mencoba memahami, bagaimana jika saya berada dalam situasi itu? Ketika kita berpikir tentang orang-orang dari ras yang berbeda, budaya yang berbeda, kita benar-benar harus tidak hanya memikirkan perasaan saya sendiri tetapi, bagaimana perasaan ini mengingat perbedaan yang mereka miliki?  Itu semua adalah bagian dari upaya untuk benar-benar memahami satu sama lain sebagai manusia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun